Friday, December 30, 2011

Tentang Pendidikan Montessori

Konsep pendidikan Montessori diambil dari nama pengembang konsepnya, yaitu Maria Montessori. Beliau ini ‘Ibu Kartini’nya orang Italy lho. Ceritanya nih, dulu di Italia, wanita tidak diberikan kesempatan yang sama untuk belajar seperti halnya pria. Tapi karena beliau ini sangat intelek, beliau masuk ke sekolah teknik yang tentu saja isinya lelaki semua. Dari situ beliau ingin menempuh karir di bidang engineering. Tapi pada akhirnya, beliau  menempuh pendidikan kedokteran. Selain kedokteran, saking pinternya, beliau juga setelah lulus menempuh pendidikan bidang psikologi juga.

Dalam dunia psikologi, Montessori kemudian banyak melakukan kunjungan kunjungan terhadap pasien di RSJ setempat. Beliau percaya bahwa masalah gangguan mental adalah sebenarnya berpangkal lebih pada masalah edukasi ketimbang masalah medis. Beliau buat program untuk memisahkan anak anak dengan keterbelakangan mental, dan melakukan treatment tersendiri. Setiap hari selama 2 tahun, Montessori menolong anak-anak cacat ini untuk belajar dan berkembang berdasarkan ilmu ilmu dari tokoh panutannya. Hebatnya, sekelompok anak berkembang dengan pesat sehingga Montessori mendaftarkan mereka pada ujian nasional, dan mereka berhasil lulus tanpa kesulitan! Beliaupun jadi heran, ada salah apa dengan sekolah umum, yang memberikan tes tes sedemikian rupa, jika dia selama 2 tahun mengajar bisa membawa anak anak cacat dan ‘kekurangan’ untuk menyamai standar pendidikan pada anak biasa.

Next, beliau terjun pada pendidikan anak anak biasa dan melakukan penelitian. Beliau membangun sebuah tempat pengasuhan anak yang diberi nama Casa Dei Bambini, mengaplikasikan program program yang disusunnya. Anak anak ternyata suka dengan teknik mengajarnya yang dulu digunakan di lembaga mental. Beliau menemukan bahwa anak anak ini suka untuk melakukan latihan-latihannya dengan cara mandiri, tanpa dibantu. Beliau tidak pernah memaksakan program/aktivitas apapun pada anak anak. Ia hanya berusaha menawarkan dan mengenalkan aktivitas aktivitas baru. Selanjutnya, terserah anak anak apakah mereka akan mengeksplorasi lebih lanjut atau tidak.

Dalam proses ini, Montessori meneukan hal yang lain, hal yang aneh tapi wonderful .Anak anak yang berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas ini mulai menunjukkan sifat sifat khas anak yang Montessori tidak pernah lihat sebelumnya. Beberapa anak menunjukkan bahwa mereka memiliki inner calmness, mampu berkonsentrasi penuh pada waktu yang cukup lama. Tidak hanya bisa dengan cepat menyerap kemampuan yang tergolong kompleks dan pengetahuan yang rumit, mereka juga mengembangakan disiplin diri yang tidak menggantungkan diri pada peraturan luar. Dalam berhubungan dengan orang dewasa dan anak anak lain, mereka menunjukkan kasih sayang dan pengertian. Ternyata apa yang mereka lakukan selama ini membuka dan membebaskan pikiran mereka untuk fokus kepada tujuan dan pemikiran internal mereka (bukan pengaruh luar) --- bahasa mudahnya mah,… integritas. Mereka melakukan sesuatu bukan karena pengaruh aturan luar, tapi kesadaran dari diri sendiri.

Selama 2 dekade Montessori secara konsisten mengembangkan konsep ini, dan kemyudian mulai memformulasikan konsep pendidikan ini.

Tentu banyak sekali hal yang harus diceritakan, mengenai konsep dasar dan aturan aturan ala Montessori. Kita lanjutkan di summary berikutnya deh yaaJ

 

Ref: Basic Montessori, Learning Activities for Under-Fives (dengan penyederhanaan bahasa oleh saya)

Ruam Popok - Diaper Rash

Sebenarnya istilah ruam popok memiliki istilah umum yaitu ‘iritasi kulit’ yang terjadi pada wilayah yang tertutup oleh popok. Kategori ruam popok pun bermacam-macam

Ruam Popok atau diaper rash (bahasa medisnya diaper dermatitis)  adalah hal yang sangat mungkin terjadi pada bayi. Yang terancam mengalami ini bukan hanya yang menggunakan popok sekali pakai lho. Yang pakai popok kain juga. Namun, memang risiko terkena ruam popok lebih besar pada pengguna popok sekali pakai.

Pada prinsipnya, ruam popok bisa terjadi karena hal hal berikut:

-          Terlalu lama menggunakan popok, sehingga kulit terlalu lama kontak dengan urine atau feses.

-          Alergi dengan bahan celana/popok yang digunakan. Bisa saja alergi terhadap bahan popok sekali pakai (pulp/kertas), bahan kain sintetis, pewarna pakaian, atau bahan alami yang non organik.

-          Menggunakan popok dengan sirkulasi udara rendah dalam waktu lama

Pencegahan ruam popok

-          Ganti popok yang rajin (kira kira 2 jam sekali)

-          Ganti popok sesegera mungkin jika bayi pup

-          Coba ganti merk popok

-          Cuci popok kain dengan bersih tambahkan ½ cup cuka pada air cuciam. Ini bisa menghilangkan zat iritan basa.

-          Yakinnkan membersihkan pipis dan pup dengan bersih

-          Gunakan lap yang tidak ditambahi pewangi

-          Gunakan krim ruam

MENGATASI Ruam Popok

-          Mengoleskan krim khusus ruam jika tetap menggunakan popok. Tidak semua bayi butuh ini sih. Ada 2 jenis krim ruam:

  • Krim berbasis minyak, lebih tidak lengket dan tidak ‘berantakan’

  • Dengan zinc oxide: sifatnya lebih pekat


-          Jangan menggosok bagian yang ruam

-          Biarkan bayi anda selama mungkin tidak menggunakan popok ataupun celana yang dicurigai sebagai sumber alergi. Jika sedang tidak menggunakan popok, tidak perlu menggunakan krim ruam.

Berikut ini adalah tips tambahan dari hasil kompilasi pengalaman ibu ibu untuk mengatasi ruam popok:

-          Mengoleskan VCO (Virgin coconut oil)

-          Mengoleskan minyak zaitun

Jenis jenis krim ruam

-          Zinc oxide, untuk ruam tingkat keparahan moderate

-          Acid mantle

-          Clotrimazole anti-fungal, untuk ruam yang membandel, yang mungkin melibatkan jamur

-          Hydrocortisone 1% cream, digunakan untuk kasus yang parah. Jangan digunakan dalam waktu terlalu lama (lebih baik konsultasi ke dokter)

Mengenai jenis jenis krim ini, jangan terlalu pusing ya bunda, bisa gunakan yang ‘standar’ yaitu zinc oxide dan acid mantle. Adapun jenis lain silakan dikonsultasikan ke dokternya, itu juga kalau parah ruamnya

Semoga bermanfaat:)

Ref: http://www.askdrsears.com/topics/skin-care/diaper-rash

 

Sunday, December 25, 2011

Anak Kecilku Sudah Sekolah.



(Ditulis utk doc ITB Motherhood)

Dulu, aku termasuk  orang yang tidak berlalu berminat menyekolahkan anaknya di usia dini. Alasannya:

1.       Takut anak stress dikasih materi materi yang belum perlu

2.       Sebenarnya stimulasi stimulasi bisa dilakukan di rumah

3.       Sekolah mahal

4.       Khawatir memberi ‘kelas’ tertentu pada anak, berhubung sekolah anak kecil biasanya mahal, berarti yang masuk sekolah adalah golongan tertentu (eh tapi gak semua yah)

Yes. Aku (dulu) termasuk orang yang kalo melihat anak lain kecil kecil sudah sekolah, jadi mengasihaninya. Termasuk golongan yang mikir, “ya ampuun ngapain sih skolah kecil2”

Lalu pada akhirnya aku memutuskan untuk mencarikan sekolah di usia 2 tahun dengan alasan:

 

1.       Sempat mengalami speech delay. Terapinya sebenernya belum selesai selesai amat, tapi kulihat melanjutkan terapi ngga terlalu signifikan dampaknya, karena saat itu Raul sudah ada perkembangan cukup baik, tapi di tempat terapi hanya one-to-one dengan terapisnya, ngga sosialisasi dengan anak lain.

2.       Super introvert, cenderung takut dengan anak lain, beda dgn anak tetangga di usianya. Upaya membantu bergaul dengan tetangga sudah dilakukan, tapi pergaulan yg tidak terstruktur gitu malah membuatku takut anak ini makin takut bergaul, ditambah lagi ada anak2 yang lebih besar yang mulai berkata kata aneh dan mainannya aneh aneh (pedang, pistol2an yang sempet heboh karena ada pelurunya itu)

 

Mikir nyari sekolah hanya utk alasan itu. Membantu sosialisasi dalam sebuah lingkungan yang terkontrol dan diawasi, serta punya aturan yang inshaallah selaras dengan aturan orangtua. Kalo sama anak tetangga, banyak hal yang tidak bisa kita kontrol.

Setelah trial dan menemukan sekolah yang membuatnya nyaman (parameter nya adalah sekolah yg ga bikin raul stress), here I am, berubah pikiran. AKu yang tadinya mikir sekolah dini alokasi dananya menggunakan dana sampingan, kalo perlu nyisihin sedikit, sekarang berpikir untuk mengusahakan menambah penghasilan supaya anak bisa terus sekolah dini. Kalau sudah menemukan yang cocok, do whatever it takes untuk menyekolahkannya.

Dulu orang ga punya hp bisa survive, memang. Dulu kaga ada sekolah dini, ada juga yang berhasil mendidik anak yang soleh. Memang. Dulu cara mendidik yang baik tidak terukur, Semuanya terlihat baik. Sekarang banyak teori teori baru, tentu tidak ada salahnya menerapkannya.

 

Aku merasa sudah memberikan alat stimulasi yang yaahh… lumayan cukup di rumah. Tapi melihat sekolah Raul, aku menjadi berpikir…. Di sekolah atau di rumah, lingkungannya harus dikondisikan semaksimal mungkin untuk siap mensupport anak saat ia sedang ingin mengembangkan potensinya. POtensi otak anak begitu besar, kemungkinan minat khusus sedemikian luas. Tentu sayang sekali apabila lingkungannya tidak mendukung. Di sekolah ini, berbagai alat peraga ada, dan semua ‘tangible’, bisa disentuh. Lingkungannya begitu siap untuk memberikan support motorik halus, kasar, bahasa, nilai kesopanan, kasih sayang, dan banyaaakkk lainnya, dan selama di sana, guru fokus mendampingi mereka selama 4-5 jam waktu sekolah.

 

I’m a staying at home mom, tapi aku ngga bisa mencurahkan waktuku 5 jam berturut turut tanpa diganggu oleh hal yang lain. Apalagi yang musti mikirin masak, nyuci, ngepel, tentu kecenderungannya adalah menjadikan tivi sebagai babysitter (FYI smoga sudah pada tau bahwa tv program macem baby Einstein, blab la bla.. tetap tidak lebih baik dari mengajak anak mengobrol). Kalau anak ikut2 ke dapur dan ngacak2 cangkir keramik di saat kita lagi ‘kerja’, mood langsung ilang, yang ada teriak2 ga jelas utk melarang. Dari sisi ini saja lingkungan di rumah sudah tidak ‘prepared’. Secara teori aku tahu seharusnya tidak begitu. But it happens. Otakku tahu, tapi segala indera tubuhku tidak bisa mengontrol. Aku terkadang nitipin anak jg ke si mbak kalo lagi butuh istirahat. SI mbak yang sudah aku ‘briefing’ tentang pola pengasuhanku. Tapi tetep aja kecolongan utk hal hal kecil. Padahal aku di rumah lho. Sekedar informasi tambahan, rumahku kecil dan banyak sekali barang. Karena bikin usaha di rumah, rumahku kek kepal pecah, kertas dan dokumen di mana mana, ada printer, ada mesin jait, ada mesin obras, dan benda benda yang kalau dioprek Raul rasanya bikin emosi meledak. Kadang2 printout invoice yang baru keluar printer langsung dia ambil dan dia lempar ke mana mana. Very not prepared environment, tapi clueless bagaimana cara mengkondisikannya, karena ga ada ruangan lain utk menyembunyikan benda2 itu.

Aku jadi banyak belajar hal baru sejak Raul sekolah. Aku melihatnya (2-2.5 yo boy) melepas sepatu, menaruh di rak, menggantinya dengan sandal indoor, memasukkan  tasnya ke lemari tas, masuk ruangan, menyalami guru gurunya. Begitu teratur. Di dalam ruangan, ia memilih mau mengerjakan apa, mengambil alat peraganya dari rak, duduk di meja dan asik ngoprek dalam waktu yang cukup lama, diulang dan diulang lagi sampai puas tanpa ada yang memaksanya utk berhenti (suatu hal yg biasanya aku ngga sabaran di rumah, pengennya ngeburu2 karena harus melakukan hal yang lain). Setelah itu dia akan merapikan pekerjaannya dan menaruhnya kembali di tempatnya. Eyangnya aja takjub melihat rutinitas di sekolahnya, dan sering membanggakan apa yang sudah bisa Raul lakukan. Kalau ada kekotoran, anak dilatih utk bertanggung jawab and clean up his mess. Ini menimbulkan kebiasaan yang baik dan terbawa di rumah. Walaupun bikin tambah kotor, Raul suka banget bantuin bibi nyapu halaman. Kalo bibi lagi nyapu, dia ikutan nyapu pake sapu lidi, walaupun daun daunnya jadi kebawa ke arah yang salah :D kalau di rumah liat pel, Raul juga suka mengepel. Kalau lihat kanebo, dia ambil kanebonya dan mengeksplorasi rumah, mana yang bisa di lap.

 

Yep. Ketrampilan2 tersebut adalah hal yang sederhana dan memang bisa diajarkan sendiri. However, aku ngga akan belajar tentang hal baru tersebut kalau tidak menyekolahkan Raul. Aku mengantar Raul dan menjemputnya, mempelajari rutinitas pagi dan siangnya, dan aku sering melihat hal baru dan informasi baru untuk aku terapkan di rumah, yahh walaupun di rumah tidak se ‘prepared’ di sekolah. Guru gurunya aku lihat disayaaaaang banget sama anak anak. Di rumah, Raul selalu menyebut guru gurunya. They are great people. Kepala sekolahnya juga sangat berdedikasi terhadap pendidikan. Secara rutin mereka ngadain pertemuan orangtua, dan diskusi apaa aja. Sayangnya aku ga pernah ikut krn bentrok terus. Di forum itu didiskusikan segala hal, mulai konsultasi, sharing, hingga merencanakan bersama, apa yg perlu didapatkan anak ke depan, ikut ngusulin program kerja, gitu lah.

 

AKu juga dikasih kesempatan membeli buku buku kopian mengenai parenting, yang informasinya sangat bermanfaat. Terakhir aku dikasih buku tipis tentang alphabet song, jadi belajar alphabet dengan lagu.  Sebenarnya aku bukan orang yang setuju dengan anak belajar baca terlalu dini, apalagi setelah baca kontroversi metoda glenn doman, yang membuatku makin menjauhkannya dari belajar membaca. Tapi ketika aku setel lagunya dan menunjukkan huruf2 dengan gambarnya, Raul sukaaaaa banget, apalagi nada lagunya ear catching dan lucu. Masak sih aku harus menunda mengajari alphabet ketika Raul enjoy bangettt dan minta diulang ulang terus. Lirik favorit Raul adalah “fox in a box, x… x..x…”. Kalo dah ketemu huruf O dan X girang banget dan ‘laporan’, “Bundaaaa…. X bunda!”

Sayang lagunya bahasa Inggris, jadi belajarnya ei –bi – si, instead of a-be-ce. Ndakpapa lah, aku lagi nyusun lirik bahasa indonesianya, supaya berimbang.

Dengan memasukkan Raul ke sekolah, aku jadi belajar hal hal baru. Apakah batita perlu sekolah? Kujawab, dengan kondisiku… perlu. Kondisi orang lain beda lagi yahJ Pastikan menemukan lingkungan yang bisa menyediakan support terbaik, yang juga sesuai dengan nilai nilai yang kita ingin tanamkan. Jadi ga sembarang sekolah dipilih yah:)

Saturday, December 24, 2011

Popok Kain dan Kaki Ngangkang

by Rika Winurdiastri

(ditulis khusus utk post kompoka.blogspot.com)

Dari waktu ke waktu, selalu muncul pertanyaan apakah popok kain modern bisa menyebabkan pertumbuhan tulang bayi menjadi terganggu, menjadi ngangkang, atau berbentuk O. Kekhawatiran biasanya muncul dari generasi yang lebih tua, seperti nenek si bayi. Tidak jarang ibu jaman sekarang menjadi ragu untuk mengenakan popok kain.


Dari sekian banyak literatur yang membahas mengenai kaki ngangkang (banyak sekali lho), kami hanya menemukan 2 yang menyebutkan tentang popok dalam hubungannya dengan kaki ngangkang.
Healthlessononline.com menyebut bahwa anak yang sudah memiliki indikasi medis kaki ngangkang (yang bukan merupakan kategori normal– dengan parameter dijelaskan setelah ini-), disarankan menghindari popok tebal terutama apabila sudah bisa berdiri atau berjalan. Ada pula referensi lokal yang menyebut popok dapat menyebabkan ngangkang, begitu pula gendong samping, dan tidur tengkurap dalam posisi kaki terbuka. Namun sayangnya, tidak ada bahasan yang lebih mendalam tentang hal ini.

Ibu ibu yang sudah cukup loyal menggunakan popok kain biasanya akan menolak keras pendapat ini, didukung oleh data yaitu kondisi anak anak mereka yang baik baik saja. Memang benar, ketika kami coba mencari literatur mengenai ini, rata rata yang ‘menjawab’ adalah forum, di mana thread diskusi yang menentang pendapat bahwa popok kain membuat ngangkang begituuu panjang. FYI, saya sendiri ,dulu, adalah tipe ibu malas ganti popok. Modern cloth diaper pertama anak saya, Wonderoos, saya pakaikan dengan 2 insert microfiber gramasi besar, di mana 1 insert ada 3 ply. Kebayang ngga gimana risihnya mama saya melihat cucunya menggunakan popok semacam itu. Tapi saya keukeuh, yang penting tahan lama! Hehehe. Mohon jangan ditiru, karena seiring saya berkenalan dengan popok kain, saya semakin sadar bahwa ganti popok sesering mungkin adalah hal yang krusial, dari sisi kesehatan. Kalo urusan ngangkang? Sekian lama anak saya dipakaikan popok kain yang ngga kira kira tebalnya (karena selalu pakai 2 insert), anak saya kini (hampir 3 tahun usianya), berdiri dan berlari dengan tegap.

Tapi barangkali ada beberapa kalangan yang butuh penjelasan yang lebih ilmiah? Ok kalau begitu yuk kita kenalan dengan ‘kaki ngangkang’ secara medis.

Kaki ngangkang bahasa medisnya adalah Genu Varum, atau kaki ‘O’. Seluruh bayi mengalami Genu Varum karena tulang yang masih ‘lembut’ dan bayi ‘dipaksa’ untuk melipat kakinya di dalam rahim. Hehe… sebenarnya ya tidak dipaksa, itu hal yang sangat natural sekali, mekanisme buatan Tuhan. Jadi, tidak ada yang salah dengan kaki ngangkang, itu natural. Rata rata referensi menyebut bahwa Genu Varum akan hilang dengan sendirinya pada usia 18 bulan (http://www.healthlessonsonline.com/bowlegs/), bisa juga lebih lama, dan dianggap perlu penanganan apabila tidak hilang pada usia 4 tahun.
Pada usia tertentu (sekitar 2 tahun), akan terjadi perubahan pada tungkai bayi (remodeling) sehingga menjadi lurus. Bahkan ada yang menyatakan bahwa baru pada usia sekitar 9 tahun, tungkai menjadi lurus sempurna. (http://www.childrensmemorial.org/depts/orthopaedic/genu-varum.aspx ).

Di luar dari kasus Genu Varum yang alami, ada pula yang memang merupakan permasalahan tulang yang harus diatasi. Tentu dalam hal ini, dokter memiliki parameter parameter yang harus dipenuhi, misalnya, ngangkangnya lebih dari 20 derajat, dll. Dokter juga perlu menanyakan histori media, nutrisi, injury saat  kelahiran, kekurangan vitamin D, dan faktor genetik. Selain itu, ada juga lho kelainan karena lempeng tulang di kaki tidak tumbuh dengan semestinya, dan ini faktornya justru biasanya terjadi pada anak yang berdiri terlalu dini (nah lho, jadi jangan suka maksain anak berdiri/bertumpu di kaki di saat kaki belum kuat ya – itu analisis kami saja sih, hehe).

Nah, sekarang sudah jelas deh penyebab penyebab kaki ngangkang. Sekarang, apakah benar popok tidak menyebabkan kaki ngangkang? Kalau sekedar ingin menjawab berdasarkan kesaksian buanyakkk orang sih…. Tidak. Popok kain tidak membuat ngangkang. Silahkan cari forum ibu ibu yang begitu banyakk memberikan kesaksian (kata orang orang lho ya, saya sih manggut manggut aja). Survei kecil kecilan yang kami lakukan pun mayoritas menyatakan dengan positif, bahwa popok tidak menyebabkan kaki anak mereka ngangkang. Memang kami tidak menemukan referensi ‘ilmiah’ yang benar benar secara mendalam membahas secara khusus mengenai popok dan dampaknya terhadap tulang. Namun, berpegang kepada pengetahuan mengenai Genu Varum, penyebabnya, dan fakta bahwa ini adalah hal yang normal terjadi pada bayi, tentu ini bisa jadi dasar yang kuat untuk menghilangkan kekhawatiran itu.
Wallahu a’lam.

Happy cloth diapering!

Rika Winurdiastri

Ibu dari Radhika Naufal Auliya, 34 bulan, berpopok kain dari 0 bulan hingga sekarang untuk
mencegah ‘insiden’
Founder of Enphilia cloth diaper, http://www.rumahpopok.com

REFERENSI

http://www.mother-ease.com/wwwboard/messages/Default.asp/sub/show/action/posts/fid/1/tid/24701
http://www.circleofmoms.com/cloth-diapered-munchkins/bow-legged-160464#_
http://www.wrongdiagnosis.com/g/genu_varum/causes.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Genu_varum
http://www.medicineonline.com/articles/g/2/genu-varum/bowleg.html
http://www.childrensmemorial.org/depts/orthopaedic/genu-varum.aspx

Sambel Terasi Tomat

The below recipe sounds simple. Sambel sederhana. Resep mertua. Tapi banyak yang ketagihan lho. Just try it out! Cocok buat temennya tahu, temple, ikan goreng, ayam goreng, lalapan dll.

Bahan

-          1 buah tomat

-          1 jempol terasi matang

-          2 buah cabe merah besar

-          2 buah cabe rawit

-          2 siung bawang merah

-          1 sendok teh garam (atau sesuai selera)

-          1 sendok makan gula pasir (atau sesuai selera)

 

Cara:

  1. Goreng dalam minyak sedikit: tomat, cabe merah, cabe rawit dan bawang merah sampai agak layu.

  2. Uleg semua bahan!


 

Ayam Asam Manis/Pedas

Bahan

-          ½-1 kilo Dada ayam

-          1 bungkus tepung bumbu (atau tepung terigu dibumbuin garem dan merica)

-          2 buah wortel ukuran besar

-          3 buah tomat, blender

-          1 sendok tepung maizena, campur dalam air matang secukupnya

-          Saus sambal (optional)

Bumbu

-          Merica secukupnya

-          2 siung Bawang putih

-          ½siung Bawang Bombay

-          Garam secukupnya

Tahapan:

Ayam fillet tepung

  1. Iris kecil daging ayam

  2. Lumuri dalam tepung

  3. Goreng hingga garing


Saus asam manis

  1. Tumis ulekan  merica, bawang putih, bawang bombay, dan garam sampai harum

  2. Masukkan wortel ke dalam wajan, iris korek api.

  3. Masukkan jus tomat, aduk rata hingga wortel matang (empuk)

  4. Tambahkan saus sambal jika ingin pedas

  5. Tambahkan larutan maizena dan aduk  rata

  6. Jadi dehh sausnya.


Penyajian

  1. Sajikan ayam fillet tepung di piring saji

  2. Tuangkan saus asam manis di atas ayam fillet goreng tepung.


Hmmm.. sooo.. simple yet yummy…!

Sup Ayam Jagung

Sumber: Menu Pribadi

Bahan

-          4 buah jagung, 2 buah dibender, 2 buah disisir (dipreteli)

-          Dada ayam 1 buah, direbus lalu disuwir. Air kaldu jangan dibuang

-          1 buah Telur ayam, dikocok

-          Daun bawang, diiris

-          Tepung maizena (optional), campurkan dalam air matang secukupnya untuk dilarutkan

Bumbu, diuleg semua

-          2 siung Bawang putih

-          1 sdt merica (atau tambahkan sesuai selera)

-          Garam secukupnya

Tahapan:

  1. Panaskan air kaldu bekas  merebus dada

  2. Tumis  ulekan bumbu sampai harum

  3. Masukkan tumisan bumbu ke panci rebusan air kaldu

  4. Masukkan suwiran ayam, aduk

  5. Saring hasil blenderan 2 buah jagung. Masukkan airnya ke air kaldu dalam panci.

  6. Masukkan jagung yang sudah dipreteli

  7. Masukkan kocokan telur ayam secara perlahan lahan sambil diaduk terus menerus

  8. Masukkan air maizena untuk menambah kekentalan (jika ingin sup kental)

  9. Matikan api, lalu masukkan daun bawang

  10. Siap dimakan deh. Tapi jangan panas panas atuh, tunggu dingin sedikit. Gampang kanJ