Friday, February 27, 2015

Yoga yogaan

Saya lagi  bersyukur banget ada gym dekat rumah. Terus terang saja, yang namanya olahraga sendiri di rumah itu sulitnya luar biasa. Kalaupun bisa, ada aja interupsinya, haha. Nah di gym tersebut, ada kelas kelas olahraga, dan saya paliiiing rajin ke kelas yoga yogaan.

Lho kenapa yoga yogaan? hihi..
Habis, kalau saya baca baca tentang yoga, ternyata ini bukan hanya sekedar olahraga 'sekuler', tapi memang punya filosofi mendalam tentang universal spirituality. Nah, kelas yoga yang di tempat olahraga saya itu bener bener olah fisik, kaga pernah ngomongin filosofi. Saya sih malah seneng seneng aja dan bersyukur dapat kelas yoga yogaan ;p. Awali dengan basmalah, niatkan untuk membentuk kekuatan, fleksibilitas, supaya bugar melakukan aktivitas sehari hari, dan tentunya lebih waras.

Saya mulai icip icip yoga sejak hamil, karena olahraga ibu hamil sering dikaitkan dengan yoga prenatal. Semakin banyak icip sejak kehamilan kedua, di mana saya mulai baca baca tentang filosofi yoga, dan kontroversi yang mengikutinya. Saya berusaha menyerap  dan mengolah sendiri info dari sana sini, sebisa mungkin supaya kesimpulan yang saya ambil tidak bias. Jadi, isu kontra yoga dikaitkan dengan keyakinan bahwa yoga ini seperti sebuah ajaran agama, dan sangat terbumbui oleh agama Hindu. Yahhh saya juga bisa lihat praktisi praktisinya memang menggunakan istilah istilah sansekerta, bahkan ada salah satu materi kurikulum teacher training yang menjelaskan tentang salah satu script Hindu. Tapi saya juga bisa lihat, bahwa pihak pihak yang keukeuh meng klaim yoga sebagai agama, adalah kalau bukan non yogi, ya praktisi newbie, yang sangat terindikasi memang belum belajar banyak. Okay, I still take that as a valuable input.

Di sisi lain, kalau saya baca atau nonton pernyataan dari para masternya sendiri, mereka menyebut bahwa yoga itu memang spiritual, tapi bukan relijius. Beda lho spiritual dan relijius. Spiritual adalah 'sekedar' paham kepercayaan akan adanya kekuatan yang lebih tinggi yang berkuasa atas alam semesta, dan bagaimana kita mengkoneksikan diri kita pada kekuatan ultimate itu. Adapun agama, ya kita semua tahu lah. Jadi, ya saya kategorikan yoga ini memang bukan 'olahraga sekuler' yang sekedar olahraga fisik aja, tapi yoga juga mengajarkan bagaimana setiap hari bertumbuh menjadi orang yang lebih baik, mengajarkan berbuat baik kepada orang lain, menghargai diri sendiri, bla bla bla yang sebetulnya saya nggak perlu belajar gituan dari yoga, karena Islam ku sudah punya konsep seperti itu.

Nah, karena spiritualisme dalam yoga sifatnya universal (versi manusia yaa), maka wajar saja nilai nilai yang diajarkannya seperti halnya pelajaran PPKn (sekarang apa sih namanya), lintas agama. Maka, menjadi wajar juga, nilai moralnya terbumbui dengan siapa yang membawanya. Karena universalitas (again, versi manusia) ini, kadang kadang mungkin ada hal hal yang tidak sesuai dengan nilai nilai spesifik dari agama tertentu, atau pilihan kepercayaan tertentu. Misalnya nih, saya punya keyakinan bahwa tidak pantas nama Allah digantikan dengan istilah 'semesta', walaupun ada yang menganggap semesta itu ya maksudnya Allah (maksudnya jangan kepatok sama tekstual aja). Tapi tetep buat saya itu pengkerdilan. Semesta itu ciptaan, Allah itu pencipta, don't mess with that. Tapi kalau ada yang tidak setuju ya saya ngga bermaksud mendebat di sini, urus aja urusan masing masing, hoho.

Kembali ke urusan bumbu membumbui. Saya sih sejauh ini memilih untuk mempersonalisasi olahraga ini dengan nilai yang saya anut. Yoga memang awalnya (terkenalnya) dikembangkan di India, jadi memang terwarnai Hindu. Bagaikan Columbus lebih terkenal sebagai penemu Amerika, padahal ada Amerigo Vespucci, hehe (Soalnya saya juga sempat baca kalau pahatan pose yoga ditemukan sebelum Hindu ada). Nah, masalahnya, kita jadi agak susah mau olahraga kalau mau bilang yoga dilarang karena dianggap Hindu. Susah banget, soalnya banyak hal sudah diklaim sama yoga sebagai posenya. Mau rebahan aja sudah melakukan pose yoga lho, corpse pose. Mau headstand, handstand, juga pose yoga. Jadi, semua tergantung niat ya? Kalau saya ikut kelas yoga yogaan tapi nggak niat disebut yogini, jadinya gimana ya? (lho kok malah nanya)

Despite more than a century of research, we still don’t know much about the earliest beginnings of Yoga. We do know, though, that it originated in India 5,000 or more years ago. Until recently, many Western scholars thought that Yoga originated much later, maybe around 500 B.C., which is the time of Gautama the Buddha, the illustrious founder of Buddhism. But then, in the early 1920s, archeologists surprised the world with the discovery of the so-called Indus civilization—a culture that we now know extended over an area of roughly 300,000 square miles (the size of Texas and Ohio combined). This was in fact the largest civilization in early antiquity. In the ruins of the big cities of Mohenjo Daro and Harappa, excavators found depictions engraved on soapstone seals that strongly resemble yogi-like figures. Many other finds show the amazing continuity between that civilization and later Hindu society and culture. (http://www.swamij.com/history-yoga.htm)

Nah, tapi terus terang saya punya masalah dengan yoga beneran di tempat umum (bukan yoga yogaan di kelas gym saya yang memang mengesampingkan spiritualitas). Justru karena spiritualisme yoga yang menjadi bagian dari yoga, maka aktivitas yoga di tempat umum rawan terwarnai spiritualisme yang universal (yang sebetulnya tidak semuanya universal menurut saya). 

Contohnya pada suatu hari saya ikut yoga gratis di taman. Pas mau gelar mat, saya agak agak bingung sepertinya ada guru tamu bule yang ngajakin peserta untuk humming, dan gerakannya agak beda dari biasanya. Saya dari jauh liatnya kayak ibadah bareng, seperti ritual suku apaa gitu. Tapi oke lah dont judge the book by its cover lah ya. Saya ikutan aja dulu lah sambil tetap stay alert. Tapi ternyata sepanjang acara, si guru  ngajakin nyanyiin mantra melulu. Peserta dibagi kertas kecil yang berisi mantra. Ada artinya sih dalam bahasa Inggris. Bisa aja sih orang ngeles artinya universal, tapi buat saya not at all. Sepanjang acara memang banyak yang memilih akhirnya diam saja dan mengamati. Nggak bisa dipaksakan juga, that did not feel right for some people. Beberapa orang yang lewat juga saya tangkap basah sedang memandang aneh. Tapi saya lihat masih banyak juga muslim yang mengikuti. Diantara yang mengikuti, kemungkinan ada 2 grup, yaitu golongan yang memang sudah paham atas pilihannya, dan golongan yang nggak ngeh dan ikut ikutan aja. Saya sih concern dengan yang terakhir. Hiks.


Sejauh ini, di sana sini masih ada pro kontra. Saya sendiri akhirnya memilih paham bahwa yoga adalah olahraga dengan filosofi universal (ehh mirip Gentle Birth yaa), yang 'sialnya' pada prakteknya terwarnai oleh keyakinan pengajarnya. Mirip sama karate. Filosofinya dalem, bukan sekedar olahraga tapi way of life. Tapi boleh boleh aja tho I skip the way of life part nya. Ngapain gitu lho, lha wong sudah punya way of life sendiri ;p Sepakat juga sama fatwa MUI tentang pengharaman yoga tapi kondisional, so bukan masalah yoganya (jadi jika syaratnya memenuhi maka diharamkan, yaitu yang mengandung mantra dan ibadah). Kalau ada yang tetap berpendapat kalau tidak begini begitu berarti tidak melakukan yoga, I dont mind not being called yogini.  I will still do corpse pose anyway, every night :D