Sunday, June 28, 2015

Tujuan Pernikahan (Dengan Lawan Jenis)

Judul tulisan ini, saya tambah dengan tanda dalam kurung 'Dengan Lawan Jenis', karena tulisan di bawah ini lahir karena merenungi pelegalan pernikahan sesama jenis di US.

Belum lama ini ada yang bertanya pada saya: Apa tujuan orang seperti kamu menikah?
Saya jawab: saya mendambakan pernikahan utamanya sebagai sarana menggenapi ibadah. Alasan tersebut ada cabangnya lagi, antara lain sarana bereproduksi (mempertahankan ras manusia di muka bumi), meninggalkan generasi yang baik (membangun peradaban) , dan termasuk juga pemenuhan kebutuhan biologis.
Ok lah masih ada tujuan tujuan egois seperti ingin ada yang ngurus di saat tua ingin ada yang memperhatikan, bahkan bisa jadi ada niat ingin dinafkahi, pokoknya ingin senang sendiri, puas sendiri. Pemenuhan kebutuhan biologis juga bisa masuk ke tujuan egois jika tidak seimbang dan tidak memenuhi fitrah. Namun pada perjalanannya, saya sadar bahwa tujuan tujuan egois ini harus dikendalikan, dan ditempatkan di bagian berjudul efek samping positif, bonus, hikmah, BUKAN tujuanm BUKAN pengendali. Kalau dijadikan tujuan, maka kita menjadi jiwa yang fakir. Jadi.. dalam rangka belajar menjadi manusia yang lebih baik, naik kelas dalam hal spiritual, mencapai higher consciousness or whatever you name it, saya belajar menempatkan dan memisahkan tujuan mulia pernikahan, dengan ego pribadi.
Tujuan adalah segala hal tentang memberi (jiwa yang kaya)
Ego adalah segala hal tentang meminta (jiwa yang fakir). 

Sadar banget diri ini jauh dari sempurna ya.. tapi saya tahu saya harus menuju ke sana.
Untuk mencapai tujuan sejati pernikahan itu, menjalankan fungsi pernikahan yang berorientasi Allah (atau peradaban manusia deh, bagi yang prinsip hidupnya tidak God oriented) hanya bisa terjadi jika ada perempuan dan laki laki, dengan segala karunia perbedaan fitrah pada keduanya, saling mengisi dan menjalani peran masing masing, sesuai kehendak Allah (atau hukum alam, kealamiahan, bagi yang tidak God oriented). Jika tujuan mulia pernikahan ini (yang hanya terjadi dengan adanya persatuan perempuan dan laki laki) tidak tercapai, maka sisanya... hanya pemenuhan hawa nafsu biologis, dan ego, yang penting AKU bahagia dan senang. Kemunduran spiritualitas, bukan hal yang perlu dibanggakan, dirayakan, atau dilanggengkan.
Saya sendiri punya peer besar dalam hal spiritualitas. Saya ingin berproses jadi lebih baik. Penting bagi saya untuk INGIN berproses, betapapun diri ini masih rendah kelasnya. Adapun peran orang lain yang sudah lebih tinggi kelasnya, adalah untuk membantu saya naik kelas, jika diperlukan, bukan malah melanggengkan dan memberi pengakuan terhadap status quo spiritualitas saya.
Penerimaan diri (acceptance) memang merupakan tahap awal pembelajaran, atau penyembuhan. Semoga saya bisa melanjutkan proses setelah ini, bukan jalan di tempat, atau mundur lagi ke penolakan (denial).
Semoga saya bisa terus berproses. Semoga orang orang itu bisa terus berproses walaupun banyak orang yang berusaha membuat mereka jalan di tempat.  
Wallahu a'lam. Kebenaran hanya milik Allah.