Tuesday, August 26, 2014

Menyapih Rara

Alhamdulillah, atas izin Allah, Rara berhasil melewati ASI eksklusif, ASI 1 tahun, hingga 2 tahun. Selesailah masa ‘wajib menyusui’. Selesailah saya mengemban amanat Allah untuk memberikan yang terbaik. Tentu saja, menyusui ternyata tidak sekedar pengguguran kewajiban. Selama menjalaninya, saya menyadari urgensi menyusui yang tidak sekedar pemenuhan kebutuhan nutrisi dan imunitas.
Menyusui itu:
- Merupakan kesempatan untuk ‘memperbaiki’ proses kelahiran yang mungkin sedikit atau banyak, disadari atau tidak disadari, traumatis bagi bayi, maupun ibu. It’s a healing moment.
- Kesempatan membangun ‘bonding’ atau keterikatan emosional yang dampaknya akan dirasakan seumur hidup.
- Cara ampuh bagi ibu untuk istirahat jika kelelahan. Ibu menyusui tentu paham banget kalau proses menyusui ini juga cara untuk memberi kenyamanan di saat ibu dan bayi merasa tidak nyaman. Anak sakit, misalnya demam, akan lebih ‘calm down’ dengan menyusu. Ibu yang kelelahan, capek nemenin atau gendong anak, tinggal duduk atau tiduran saja dan semua hepi, hihihi. Hingga anak kalo lagi tantrum dan ibu udah bingung mau ngapain lagi untuk membuat anak mau diem, peluk aja dan sodori nenen, insyaaAllah.. lapar atau tidak, anak akan diem, wkwkwk.
Memang sih, ada konsekuensi negatif dari membiarkan anak menyusu kapan saja (apalagi Rara ngga kenal asi perah dan dot), termasuk menjadi andalan saat mencari ketenangan. Rara selalu butuh menyusu untuk tidur, dan ini juga bisa menjadi sebab Rara malas makan. Karena ‘ketergantungan’ itu, terkadang saya menjadi tersandera saat mau beraktivitas yang butuh mobilitas. Misalnya nih, mau rapat komite sekolah jam 9. Yaa sering banget akhirnya datang jam 10 karena disandera oleh Rara dulu, hehe. Ini juga menjadi kerepotan tersendiri jika saya harus meninggalkan Rara untuk urusan yang cukup ribet jika harus mengajaknya.
Kakaknya, Raul, dulu tersapih di usia 2 tahun kurang 1 bulan. Menyapihnya cepat, cukup tolak kasih nenen selama 3 hari 3 malam berturut turut. Setelah itu beres. Tapi 3 hari 3 malam itu benar benar pernuh perjuangan dan air mata. Menyapih anak benar benar seperti melihat orang sakaw. So heartbreaking. Saat itu saya berpendapat (karena mau 2 tahun) itulah yang terbaik yang harus dilakukan, daripada ngebohongin anak kalau susu nya pait, kasih brotowali. Be careful, a baby knows if you lie, and you don’t want to teach your child dishonesty. Ibu saya sendiri berkali kali memohon saya untuk menunda menyapih karena Raul menangis jejeritan ga berhenti sepanjang malam, dan dia memang terlihat terluka dan merasa ditolak. Saya saat itu masih merasa tahapan ini memang harus dijalani. Tapi pada akhirnya, Raul tersapih, dan Raul mengalami apa yang selanjutnya saya baru tahu bahwa itu disebut sebagai ….REGRESI perkembangan (penjelasannya baca di sini). Yang tadinya sudah tidak mengompol lagi saat malam, lalu mengompol. Terus terang hal tersebut bikin saya emosional juga dan makin kelelahan. Lalu, saya ngga tahu ada hubungannya atau tidak, tapi Raul di usia 2-4 tahun sangat tertutup dan takut dengan orang lain waktu itu. Padahal waktu bayi terkenal 'sumeh' (ramah, suka tersenyum). Kelihatan banget beliau ini sangat insecure, takut diperhatikan orang lain, ditinggal dikit merasa terancam, menolak bergaul sama tetangga, dan jejeritan saat tampil di pentas sekolah (saat usia 3,5an tahun) di saat semua temannya pede pede aja. Sejauh ini saya yakin ini ada hubungannya dengan penyapihan sepihak (mungkin ada faktor lain juga sih tapi saya nggak tahu).

So, untuk Rara, saya meniatkan untukWeaning With Love (WWL). WWL sebagai suatu metoda lho ya. Saya yakin kok semua cara penyapihan pasti lah pakai cinta ;p
Weaning With Love, saya artikan sebagai proses penyapihan yang membutuhkan persetujuan dan kesiapan psikologis dari kedua belah pihak. Ibunya siap, sudah engga galau, anaknya juga sudah siap melepaskan diri dari menyusui. Proses ini akan terjadi sendirinya. Yang harus dilakukan hanya memperbanyak komunikasi dan membangun kesiapan anak untuk tahapan hidupnya selanjutnya. Seperti disebut di atas, proses menyusui adalah juga tentang pemenuhan kebutuhan psikologis pada fase tertentu, di mana fase ini tidak saklek memiliki batasan umur. Jika pada usia 2 tahun sudah dihentikan sepihak, mana tahu ada kebutuhan lain yang belum terselesaikan untuk dipenuhi.
Namun, sebagaimana proses kelahiran yang terkadang harus mendapat intervensi karena mengalami komplikasi, sepertinya saya dan Rara juga mengalami ‘komplikasi’ tersebut. FYI, Rara adalah anak dengan tren pertumbuhan yang ada di bawah persentil terbawah kurva pertumbuhan WHO. Sejak lahir, panjangnya saja sudah termasuk ‘pendek’ (walaupun beratnya normal). Tingginya awalnya ada di garis persentil 3% (yang terbawah kalau menurut kurva WHO). Sedangkan beratnya agak sedikit di bawah persentil 50%. (garis hijau, yang tengah). Dalam perjalanan pertumbuhannya, beratnya nyebrang ke persentil di bawahnya., lalu nyebrang ke bawahnya lagi (sekarang di garis persentil 5%). Alhamdulillah Pak dokternya anak anak tidak gampang mengeluarkan diagnosis gagal tumbuh hanya berdasarkan kurva. Apalagi perkembangan kecerdasan Rara baik baik saja, dan fisiknya pun tampak normal proporsional (walaupun kurus karena malas makan). Urusan pertumbuhan, saya memang agak ngerasa insecure karena tekanan berbagai pihak (ohhh, this issue again? Huhu.. butuh rajin self healing), maka saya rajin banget mantau pertumbuhan Rara. Kadang kadang ke dokter pun cuma ngecek kurva dan diskusi sama pak dokter aja, hehe. Pada akhirnya, walaupun tidak disebut gagal tumbuh, setelah mempelajari data, Rara dirujuk ke ahli endokrin anak. Dokter endokrin mencurigai adanya growth hormone deficiency. Tapi semuanya baru bisa dipastikan nanti jika usianya 4 tahun. Sekarang memang sudah menjalani beberapa tes, tapi ya memang masih terlalu dini untuk memastikan. Dokter bilang, 2 tahun ini tidak ada yang bisa dilakukan selain menjaga gizinya. Lalu Rara disarankan untuk melakukan screening besi ulang (dulu pernah di umur 1 tahun, hasilnya baik baik saja), hasilnya ada defisiensi zat besi tapi belum sampai anemia.
Dari situ lah saya kemudian mempertimbangkan kembali masalah Weaning With Love, karena nyatanya Rara memang makannya tidak teratur dan dikit dikit minta nenen. Ya agak ngga heran kalau besinya kurang karena memang seperti ngga ada minat untuk makan Harapan saya, kalau Rara sudah tidak menyusu, makannya akan menjadi normal. Tapi, untuk menghindari penyapihan mendadak seperti yang Raul alami, saya memutuskan untuk melakukan penyapihan secara bertahap. Saya banyak terbantu juga dengan prinsip yang dijabarkan Elizabeth Pantley dalam bukunya “ No Cry Sleep Solution”. Memang sih pada akhirnya tidak menjalankan step by step yang diajarkan di buku itu. Tapi ngambil prinsipnya aja, bahwa metoda no cry sleep solution tidak akan sama antara anak satu dan lainnya. Semuanya haruspersonalized. Akhirnya, saya kurangi frekuensi menyusui Rara. Memang sih tidak berdasarkan kesediaan kedua belah pihak (jadi ya enggak WWL banget, huhu). Prosesnya makan waktu lebih lama. Tapi kalau saya perhatikan, prosesnya tidak sedramatis yang Raul alami. Duhhh… sepertinya Raul dulu terluka sekali batinnya. Maafin Bunda ya, Nak.

Kalau untuk Rara, saat anaknya terlihat benar benar ‘sakaw’, saya akan kasih dulu. Saya akan bertahan ngga menyusui jika Rara juga bisa mengatasi keinginannya sendiri setelah beberapa waktu. Ternyata memang ada saat saat di mana dia tidak benar benar butuh menyusu, tapi hanya kebiasaan iseng saja. Nah kalau lagi ‘iseng’ ini, biasanya Rara akan ngotot minta nenen nya hanya beberapa saat saja, dan bisa dialihkan. Konsekuensinya, ya memang capekkkk hehehe. Tapi ya sudah, demi kita berdua ya naak, supaya kita berdua sama sama move on.
Alhamdulillah, mungkin sudah 1 bulan lebih Rara tidak menyusu lagi. Tidak ada drama memilukan. Payudara saya juga tidak pernah bengkak seperti yang terjadi waktu menyapih kakaknya. Harus diakui saya masih merindukan menyusu dan kadang kadang Rara masih seperti mau minta. Tapi Insyaa Allah ini yang terbaik. Nyatanya, makannya sekarang lahap sekali, kadang minta nambah berkali kali dan pipinya juga semakin gembil berisi. Memang sih, belum terlalu nyata terlihat perbaikan di tinggi badannya. Mungkin perlu waktu saja. Tapi engga apa apa, saya sudah lakukan yang harus dilakukan. Yang penting sekarang nafsu makan Rara membaik banget! Alhamdulillah :)

Thursday, August 21, 2014

Finding Sin She

 

Anak kecil memang sering batuk pilek. Katanya itu sudah biasa. Anak kecil mengalami ping pong batuk pilek. Katanya itu juga biasa, apalagi kalau beraktivitas di sekolah.

Tapi bagaimana kalau anak batuk pilek, begitu sembuh batuk pilek lagi, begitu seterusnya. Memang katanya ‘biasa’. Namun kalau berlangsung selama berbulan bulan, dan selalu diikuti batuk yang menyakitkan, anak yang tadinya termasuk di persentil bawah, lalu makin kurus dan kurus hingga rusuknya menonjol, siapa Ibu yang tidak kuatir.

Raul mengalami itu sejak akhir tahun lalu. Demam sudah jadi makanan sehari hari. Nafasnya selalu berlendir. Ngga bosan saya pergi ke dokter, walaupun buku kesehatan anak sudah saya lahap dan sebetulnya tidak ada kriteria ‘harus pergi ke dokter’.  Pertama, saya sendiri sebagai ibu sudah cukup khawatir, dan saya cukup mendapat tekanan kanan kiri depan belakang, yang tidak usah diceritakan.  Judgment of being a bad mom, careless mom. Ngga ada yang bilang gitu sih, tapi yahh i can read situation lah. Pertahanan saya malah sempat jebol karena putus asa. Saya ngasih berbagai obat racikan dan sirup hasil wisata dokter, yang sebetulnya menurut dsa langganan saya, dokter yang paling saya percaya, adalah obat yang tidak perlu.  Tapi bagian diri saya yang merasa terancam, merasa perlu utk memberikan obat obat ini, salah satu alasan adalah untuk meredakan tekanan psikis yang menimpa saya, kedua.. dengan alasan siapa tahu ternyata ada sesuatu yang tidak diketahui dsa langganan saya, tapi terbaca oleh dokter lain (yah kita semua tau lah dokter pun bisa berbeda pandangan, i consider it as knowledge puzzle aja deh, ga ada yg bener atau salah), walaupun kalo disuruh berpikir tenang, otak waras saya mengatakan dsa langganan saya itu yang paling saya percaya.

Semua dokter yang saya sambangi bilang Raul ini alergi. Saya selalu memancing semua dokter utk mengarah pada TB, tapi semuanya tidak melihat TB dalam kasus batuk parah Raul yang berkepanjangan, bahkan profesor ahli paru pun tidak mengarahkan pada tes mantouk, walaupun eyangnya Raul terus nge push saya buat tes mantouk.  Saya sudah sempet men’diet’kan Raul dari aneka macam makanan (termasuk yg sebetulnya bergizi): coklat, snack, susu, telur, seafood, ahhh apalagi ya, banyak banget. Ngga ngaruh juga tuh. Obat obatan racik dan sirup dari dokter itu, lumayan meredakan gejala, yang lalu kalau habis nanti akan muncul lagi batpilnya. Saya inget saya sampai curhat pada seorang dokter dadakan yang kami temui, yang bikin ayahnya anak anak ilfeel berat dan ngga mau ke dokter itu lahi

“Dok,  kalau memang alergi, lalu nanti setelah ini kambuh lagi, masak sih harus minum obat terus Dok? Anak saya ini udah bolak balik minum obat”

“Ya iya, mau gimana lagi. Ya udah kalau mau aman, pindah atau liburan dulu ke New Zealand dulu sana”

Jadi maksudnyaahh, Raul disuruh minum obat batpil terus begituh?? Atau disuruh liburan ke luar negri?? Pak dokter ngga ngira ngira ya pasien nya ini dari golongan ekonomi mana?

Di bulan ketiga Raul batuk kronis, dia mengeluhkan sakit telinga. Tentu saya agak parno ada infeksi telinga, makanya saya touring de doctor lagi. Nah, semua dsa yang periksa Raul tidak mengkhawatirkan telinganya, padahal hampir tiap malam kami ngga bisa tidur krn Raul selalu kesakitan sekali sampai jerit jerit dan menangis. Udah batuk, demam tinggi, telinganya nyeri pula. Lengkaplah sudah penderitaan kami. Ditambah ‘judgement’ tersirat terhadap diri ini, krn anak yang kurus dan susah makan.

Lalu saya juga sempat menyambangi biotes, sebuah tes dan terapi alergi yang saya tau sejak awal bahwa ini pseudoscience.  Yah, ini lah yang namanya keputusasaan dan keputusan dlm kondisi tidak waras. Hasil tes agak tidak masuk akal krn kedua anak saya alergi terhadap banyak hal yang tidak bisa dihindari. Cmoon! Guling, bantal, debu, coklat, gula, susu (duh apalagi yaa.. termasuk makanan wajar juga alergi). Harga terapi nya pun cukup mahal. Untung saja sejak awal saya sudah dikasih perasaan ragu, sehingga saya tidak datang lagi. Hehe

Saat infeksi telinga memuncak saya juga sempat berobat ke holistic healer, salah satu pak guru saya. Di situ di accupressure, moksa, dan .. diapain lagi ya.. lupa. Sayangnya ke sana waktu lagi demam, jadi kurang optimal. Saya sih merasa nyaman ya dengan cara ini, cuma emang belum sempat balik lagi ke situ, jadi selanjutnya konsul via chat aja, dan belum diminta balik ke situ.

Saya lupa, sekitar bulan April atau Mei (Bulan ke 5 Raul batuk kronis. Yakk bayangin anak batuk terus selama 5 bln dan batuknya berat, dan saya juga menjalani sleepless nights bersamanya), ndilalah temen saya Tantri menyarankan untuk coba ke sinshe yang pernah dia datangi. Treatment nya memang pakai herbal (akar2an tanaman tapi sudah dikapsulin). Lalu saya coba lah datang ke sana walaupun tempatnya agak di ujung dunia. Namanya Sinshe Ban Hua. Prakteknya di Tubagus Angke. Datang ke sana, rasanya bukan di Jakarta dehh.. veryy old town. Kawasan ruko tua yang tampak gak elit, dan bengong lah saya begitu lihat tempatnya. Serius ini? Di situ? Dari balik kaca mobil saya lihat ruko kecil tua dengan plang kecil yang lusuh, tapi orang berkumpul banyak sekali. Ternyata itu orang orang sedang menunggu dipanggil.

Ya sudah Bismillah, apapun bisa jadi jalan kesembuhan dari Allah. Saya ke sana hari Senin, hari kerja. Kata salah satu pasien, kalau Sabtu bisa menggila lagi. Prakteknya bisa dari pagi sampai jam 9 atau 10 malam. Total jendral saya nunggu 3 jam di sana sebelum dipanggil.

Sinshe lalu memegang nadi Raul sambil terpejam sejenak

Ini paru parunya banyak sekali lendirnya, yang kanan agak lebih banyak dari yang kiri (atau ketuker ya, lupa!) Ini pasti kalau begini batuk pileknya ga sembuh sembuh. Kalo sembuh bentar lagi batuk lagi, begitu terus

(bengong)

Ini telinganya ada cairannya, kanan dan kiri, tapi yang kanan lebih banyak

(bengong lagi. I didnt tell him anything I swear!)

Yaa.. tapi semuanya bisa diobatii.. ada obatnyaa

(nyengir)

Rara juga diperiksa. Saya lebih concern ke dermatitisnya, dan berat badannya. Alhamdulillah urusan batpil, Rara ngga masalah.  Sinshe juga melihat ada lendir di dada Rara, tapi ngga parah. Nah satu laagi yang sampai sekarang masih bikin tandatanya, sinshe bilang salah satu kaki Rara lemah.  Itu saya baru tahu, tapi sekilas sih tampak baik baik saja.

Sinshe sangat ramah dan suka ngobrol. Beliau malah cerita tentang tugu pancoran dan betapa menyedihkan orang orang Indonesia saat ini lebih suka berbahasa dengan campur campur bahasa asing. Beuh nasionalis banget lah . Ohj iya beliau juga ngga setuju dengan pantangan makanan karena alergi, apalagi telur. Telur itu penting untuk otak. Kita harus makan telur, begitu katanya. Lalu kami pulang bawa oleh oleh pil herbal. Memang sih harusnya mah as a so-called smart parent harusnya saya tahu apa isinya. Saya nanya juga kok. Tapi ternyata, walaupun Sinshe orangnya ramah banget dan banyak cerita ini itu , beliau masih orang ‘tipe lama’ yang ngga merasa penting menyampaikan apa yg ada di obatnya. Tapi Bismillah aja, dari wawancara dengan pasiennya yang sudah jadi langganan berpuluh puluh tahun, dulu obatnya akar akaran beneran, pasien yang disuruh ngerebus dan mengolah. Tapi ya teteup sih, ngga tau akar akaran apa, dan sepertinya ngga akan dikasih tau.

Akhirnya... dengan susah payah saya kasih pil herbal itu ke Raul dengan cara dibuka dan bubuknya dicampur air. Jangan bayangin puyer ya. Herbal ini nggak gampang larut seperti puyer. Wujudnya seperti tanah, diaduk juga ngga larut walaupun sudah bubuk. Jadi kebayang juga ‘eewww’ nya makan gituan. Alhamdulillah Raul pelan pelan bisa kerja sama, tapi Rara enggaaa. Beliau melakukan penolakan sepenuh hati, jiwa dan raga. Ya sudah lah, daripada trauma, yang buat Rara ngga dilanjutin.

Alhamdulillah sodara sodara, 6 hari minum herbal, Raul ngga batuk lagi. Dan sejak itu hanya batpil 1x waktu lebaran kemarin, karena ketularan sodara sodara. Tapi batpilnya ringan dan sembuh dengan alami tanpa treatment macem macem. Ya Allah bersyukuuuurrr banget. Penantian 5 bulan menderita akhirnya ketemu ujungnya juga. Tentu kesembuhan ini dari Allah. Ya ya i know it’s not Evidence based medicine. Justru itu saya berharap suatu saat herbal ini maju penelitiannya sehingga bisa dipertanggungjawabkan, menjadi EBM, trus bisa jadi ‘resep dokter. Saya juga berharaaapp banget fenomena yang katanya alergi ternyata bukan ini bisa dijelaskan oleh pengetahuan kedokteran, karena sinshe juga ngejelasinnya awam banget sih, hehe. Alhamdulillah sekarang Raul makan apaa aja. Telur, susu, coklat, dan yang katanya tersangka paling utama seperti mi instan dan snack murahan sekalipun, tidak memicu Raul batuk.