Thursday, November 27, 2014

Perang Kebenaran dalam dunia Emak

Ok bismillah.  Smoga Allah menuntun lisanku.  Dalam dunia mencari ilmu (yg mana kita manusia wajib cari ilmu) ada kaidah yg saya percaya, yaitu mencari dan menyampaikan hal yg bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

Let’s say penyampaian ajaran islam melalui quran dan hadis.  Quran dan hadis kan awalnya tidak ditulis,  tapi disampaikan oleh satu orang ke yg lain,  di mana para perawi (penyampai)  ini memiliki kredibilitas yg baik dan syaratnya utk disebut sahih juga berat.  Penyampaian ajaran agama ternyata juga ada kaidah standarnya supaya bisa dianggap terpercaya.  Kalaupun setelah melalui kaidah tersebut ternyata ada perbedaan karena intelektualitas manusia,  para ulama yg ilmunya tinggi justru tidak saling ngatain ulama lain salah (ada kartunnya ttg ini tp lupa dimana liatnya,  ttg betapa yg doyan debat panas itu mahasiswa freshmen,  pdhl syeikh nya yg beda pendapat aja adem ayem).  

Nah dalam dunia keilmuan yg lain, sama.  Kita semua mencari kebenaran berpegang pada kaidah yg sama:  riset,  data,  pedoman statistik.  Semua pakar melalui proses itu sebelum menyampaikan kebenaran. Kalau tidak, saya tidak bisa bilang pakar. Praktisi mungkin lebih tepat (orang yang mempraktekkan).  Artinya,  kebenaran yg disampaikan punya dasar yg bisa dipertarungkan di sidang di hadapan banyak orang,  dgn obyektif,  bukan emosional. Kalo ternyata riset nya nanti berubah hasilnya,  ya gpp, itulah dinamika ilmu pengetahuan. Kita ngga bisa ngga percaya. Inilah yang membedakan orang yang berilmu dengan yang tidak. Lha kalau ngga percaya metoda ilmiah, kita mau klaim kebenaran dasarnya apa? Masak hasil terawangan. Jangan juga  percaya sama gelar ustad, tapi harus cek dia belajar di mana dan mendalami apa, sehingga kita ngga terjebak sama opini, bisa bedain opini dan informasi obyektif berdasarkan keilmuan.

Dalam dunia “holistik” (saya pakai tanda kutip yah soalnya menurut saya “holistik’ yang istilahnya dipakai banyak orang belum tentu benar benar holistik)  ada praktek praktek yg dipercaya turun temurun dan mungkin BELUM terbukti secara ilmiah.  Banyak juga praktek praktek pseudoscience, yaitu sesuatu yang kayaknya ilmiah, tapi sebetulnya belum ada riset yang bisa membuktikan. Ya jalani saja kalo memang dirasa memberi manfaat. Saya juga menjalani kok pseudoscience, sebut saja beberapa teknik self healing, atau tes sidik jari untuk anak. Tapi saya tau betul ini pseudoscience, jadi saya tidak akan berdebat sama akademisi yang mengatakan ini pseudoscience, lha memang benar kok.Testimoni, tidak lantas menyebabkan sesuatu menjadi kebenaran yang pantas disebar ke khalayak. Kalo iya, kita gak usah ngamuk sama nenek yang ngasih pisang ke bayi 2 bulan. Lha kan bisa aja si nenek testimoni : "dulu kamu bayi dikasih pisang juga gak apa apa kok, sekarang gedenya jadi sarjana juga" 

Sekedar info saja, what so called ‘dunia medis’ juga kadang kadang melakukan hal hal yang belum terbukti manfaatnya secara keilmuan, kalo yang saya tahu sih misalnya latar belakang SOP penanganan ibu melahirkan di RS, atau pemberian obat yang tidak rasional ( istilah tidak rasional ini karena gak ada dasar riset klinisnya, tapi prinsip feeling dan pencegahan saja tanpa menggali risikonya).

So, dari pengamatan saya, dunia “medis” dan “holistik”, keduanya ada pihak melakukan atau mempercayai hal hal yang belum terbukti dalam koridor ilmiah. Nah ketika masing masing pihak keukeuh bahwa tindakannya adalah benar, sebenarnya itu mencederai bidang masing masing. Misalnya, (1) Praktek dokter yang tidak RUM, menurutku mencederai dunia medis dan ilmu pengetahuan    (2) Praktek pengobatan “holistik” yang ngasih herbal tanpa ada riset yang memback up nya, lalu diblow up dalam kemasan testimoni yang gak sesuai dengan pedoman statistik, itu juga mencederai dunia kesehatan “holistik”. Padahal herbal kalau diteliti, pasti potensinya luar biasa. Sayang banget kan ternoda dan jadi terhambat perkembangannya gara gara praktisi herbal sendiri. Ini yang membuat kalangan medis memusuhi "holistik", begitu juga sebaliknya. Masing masing sebenarnya memusuhi sisi gelap yang lain, tanpa peduli sisi terangnya.

Masing masing penodaan ini, justru menjadi bumerang terhadap terciptanya kondisi HOLISTIK yang sebenarnya. Holistik yang sebenarnya menurut persepsi saya, adalah seperti melihat gajah dari jarak yang cukup untuk bisa menyimpulkan bentuk gajah, bukan seperti orang buta yang satu pegang belalai yang satu pegang telinga, lalu  masing masing ngotot tentang bentuk gajah.

So, saya ga percaya kalau medis dan “holistik” itu bertentangan.

Dalam kehidupan nyata saya, saya juga menjalani dan mempercayai prinsip holistik, dan menolak mekanisasi tubuh manusia yang dianut dunia medis yang katanya dimulai sejak Revolusi Industri. Tapi ketika menyampaikan sesuatu ke orang lain, saya harus punya dasar, sebagaimana mendakwahkan isi Quran dan hadis juga harus jelas ayat berapa, konteks asbabun nuzulnya bagaimana, untuk hadis tingkatan hadisnya gimana (untuk menjadi status hadis shahih itu perawinya nggak main main syaratnya berat). Jadi ketika saya mempromosikan sesuatu yang belum ketemu ‘dasar’nya, maka saya wajib menyertakan disclaimer. Misalnya, keterangan bahwa hal ini memiliki risiko a, b, c, atau saya sekedar menyebut saja “ eh ini caraku lho, belum tentu benar”. Jadi dengan ini kita juga ngajak orang lain untuk bertanggungjawab pada pilihannya sendiri, sadar benefit, sadar risiko. Masalahnya kadang kadang orang lain asal ngikut aja sih hhehee.

Hal ini juga yang menyebabkan saya mengerem atau ‘kontrol diri’ dalam mempromosikan popok kain. Kalau boleh ngaku ngaku, saya termasuk jajaran orang pertama atau pionir promosi popok kain di Indonesia (tentunya bersama beberapa rekan yang lain, terutama di milis popok kain) di tahun 2008. Saat itu Enphilia termasuk brand yang awal awal muncul sebagai alternatif produk impor yang selain mahal juga berantai karbon lebih panjang.(check out www.rumahpopok.com atau www.facebook.com/enphilia hehehe ngiklan deh) . Dulu saya memulainya dengan promosi cinta lingkungan, karena memang semuanya dimulai dari keinginan reduce dan reuse. Gara gara itu, cukup banyak orang mengaku menjadikan saya panutan karena idealisme cinta lingkungan, kemungkinan tanpa paham sisi lain dari hal yang sedang saya promosikan. Menurut saya sih itu gawat, kalo mereka tahu saya masih nyetok pospak, bisa pada muntah, hehe. Tapi sekarang, yang sibuk kami lakukan sekarang adalah mengerem orang lain untuk mempromosikan popok kain dengan klaim cinta lingkungan secara berlebihan. “generasi penerus” di belakang kami memang mengikuti jejak kami mempromosikan popok kain, tapi kok jadi seolah olah “agama baru” ya, yang menghakimi  kaum yang “tidak cinta lingkungan”, dan mengklaim fakta fakta yang mereka jabarkan adalah benar, padahal risetnya juga ngga bisa ditelusuri. Akibatnya apa coba? Saya ngeliat beberapa teman justru terindikasi skeptis luar biasa sama popok kain (isu yang sama ditemukan pada promosi Gentle Birth). Mungkin akibat  mereka merasa dihakimi? Kalo mau cari contoh lain sih banyak ya, di bawah bendera “MOM’s WAR”.

Apa yang sekarang saya perjuangkan jadi lucu sebenernya. Saya ini pemakai popok kain yang merasakan benefit darinya, pedagang popok yang pingin dagangan laku, tapi yang saya lakukan adalah mengerem orang dari promosi kebanyakan. Saya juga ikutan memperjuangkan gentle birth, tapi justru sibuk mau ngasitau orang bahwa intervensi medis is not that bad, jangan ngotot normal kalau jelas berisiko tnggi.
.

I keep on selling. But, I want people to know well what they are buying. 
Let's collecting puzzles of truth.
Menuju Holistik yang sesunggunya (tanpa tanda kutip)


Segala kebenaran datangnya dari Allah

Kalau ada yang salah, salah salah kata, itu sayanya aja yang salah. Mohon maaf yaaa

Monday, November 3, 2014

Rara Berenang

Sudah sejak lama saya terkesan melihat video bayi berenang. Yup. Bayi. usianya mungkin masih 4 bulan hingga di bawah 1 tahun. Ada pula video mengenai batita yang kecebur kolam renang, tapi lalu dia berhasil menyelamatkan diri, dengan kemampuannya berenang.
Dalam beberapa artikel saya juga menemukan refleks bawaan bayi terkait berenang, yaitu refleks menyelam (refleks menahan nafas di air), dan bergerak menyerupai berenang. Selama hamil dan mempersiapkan kelahiran Rara, saya juga sering menonton video waterbirth, dan memang benar sih, bayi waterbirth saat baru dilahirkan biasanya dibiarkan selama beberapa detik dalam air dan mereka bergerak gerak seperti berenang, dan tidak tersedak atau kemasukan air, karena menahan nafas.
Tapi jangan disalahartikan bahwa bayi punya kemampuan berenang yaa. Refleks seperti berenang, dan bisa berenang, itu hal yang berbeda. Bayi baru lahir TIDAK memiliki kemampuan berenang. Jadi, video batita yang bisa menyelamatkan diri itu, saya duga kuat adalah batita yang sudah dilatih.
Saya tertarik juga dengan melatih bayi berenang, minimal untuk pertahanan diri (survival), tapi ide itu cepat terlupakan karena memang belum menemukan tempat belajar berenang untuk batita, dan agak mikir juga, berlebihan nggak yaa  kecil kecil belajar berenang. Toh nanti kalau sudah umur 5 tahun bakal lebih mudah diajar, begitu salah satu bahan pertimbangan saya. Tapi lalu ide itu kembali muncul saat mendaftarkan Raul ke Anak Air Swim School, dan melihat foto bayi gede banget dipajang sedang tersenyum di bawah air. Ternyata anak air menerima anak minimal usia 6 bulan. Memang sih, walaupun AAP (American Academy of Pedicatrics) menyarankan agar belajar renang sebaiknya minimum usia 1 tahun, tapi American Redcross punya pandangan yang berbeda. Lagian, Rara juga sudah menginjak 2 tahun, jadi sekalian aja berdua belajar berenang. Waktu itu alasan saya akhirnya memasukkan Rara ke kelas berenang selain untuk belajar survival, juga merasa bahwa berenang adalah media untuk optimalisasi stimulasi motorik. Namun, ternyata setelah baca baca artikel sana sini, termasuk beberapa abstrak jurnal ilmiah, ternyata berenang bagi bayi dan batita juga memiliki manfaat yang lebih dari itu, antara lain baik untuk kesehatan jantung dan meningkatkan kekuatan paru paru, meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas, meningkatkan stamina, keseimbangan dan postur tubuh. Beberapa artikel lain juga menyebut bahwa belajar berenang bisa meningkatkan IQ menurut penelitian (yang ditulis beberapa artikel). Tapi untuk urusan IQ ini saya belum nemu sumber ilmiahnya, hanya baca klaim dari pihak pihak yang menawarkan kelas renang, atau dari artikel artikel populer yang sulit melacak sumber referensinya. 
CAM00405
Karena alasan kepraktisan dan lokasi, aktivitas belajar berenang anak anak dipindah ke Rockstar Gym. Ternyata Rockstar Gym menggunakan standar metoda yang sama dengan Anak Air, yaitu American Red Cross. Bedanya, di Anak Air semua anak belajar privat walaupun durasi hanya sebentar, sedangkan di Rockstar Gym belajarnya dalam grup, kecuali memang mau privat.
Aktivitas Rara dalam kelasnya, harus dilakukan dengan pendamping (Kelas Mom & Me). Untuk kelas pemula, tujuannya adalah agar anak terbiasa dalam air, tidak takut, dan merasa nyaman. Maka, aktivitasnya didominasi bernyanyi dan bermain. Jadi, kelas ini banyak menggunakan bola bola plastik, dan mainan yang bisa diambil. Untuk pemula seperti Rara, saya  merasa Rara lebih cocok aktivitas dalam grup daripada privat. Anak sekecil Rara, rentang fokusnya (attention span) sangat singkat, jadi kalau belajar dalam kelas privat cepet bete nya dan tidak ada obyek pengalihan. Adapun dalam kelas grup, kalau Rara lagi merasa capek, ngadat, apapun sebabnya, maka  bisa istirahat sebentar sambil mengamati teman temannya. Nah, dari mengamati saja ini kan sebetulnya proses belajar juga. Istirahat bisa dipakai untuk mengamati sambil membujuk. Nah kalau mood sudah baikan, baru ikutan instruksi lagi.
Pembelajaran berenang yang serius dalam kelas pemula ini contohnya menggerakkan kaki (gaya bebas), telentang, dan memasukkan semua bagian kepala ke dalam air. Semua pembelajaran itu dialakukan dengan bermain. Misalnya anak disuruh mengejar bola dan mainan yang disebar di kolam, atau memindahkan dari pos 1 ke pos lainnya. Nah main main ini melibatkan gerakan kaki. Belajar telentang dilakukan dengan berperan tidur dan menyanyikan lullaby. Nah yang menurut saya paling keren dan menegangkan dari kelas ini adalah memasukkan kepala ke dalam air. Proses ini juga dilakukan dengan bermain, misalnya menggunakan hoola hoop yang setengahnya masuk ke air, lalu si anak dibantu untuk melewati hoola hoop itu dengan menyelam kira kira 1 hingga 2 detik. Proses ini ngga boleh dilakukan kalau anaknya kelihatan ngga siap (tandanya nangis sampai teriak teriak dan badannya meronta pengen kabur). Makanya untuk sampai ke tahap ini, kebanyakan anak perlu mengikuti kelas beberapa kali dan bisa juga lama prosesnya. Kalau anaknya nangis dan menolak dan kita tetap maksa, malah bisa jadi anak mereka berenang adalah hal yang tidak menyenangkan. Bisa trauma deh sama air. Nah, kalau sudah melewati ini, jadi takjub dehh sama kemampuan anak, hehe.
CAM00381
Oh iya saya juga mendapati bahwa untuk Rara, alat bantu pelampung justru menghalangi proses belajarnya. Pernah saya bawa pelampung untuk main main. Eh malah karena tergantung dengan pelampung itu, Rara menolak untuk meraih tangan saya saat belajar meluncur, tapi malah keukeuh pegangan sama pelampung, dan akibatnya postur badannya juga jadi kacau. Saat tidak bawa pelampung, Rara jadi  mau tidak mau mengandalkan diri sendiri (dan tangan saya untuk pegangan). Tangan saya lebih bermanfaat untuk menjaga posturnya tetap baik dan membantunya bergerak kesana kemari.
Kunci dari kecepatan belajar batita adalah mood alias suasana hati. Beberapa saat yang lalu  mood Rara lagi baik banget dan dia sangat senang berada di kolam. Dalam 1 kali berenang, saya berhasil membujuk Rara untuk meluncur tanpa support dan memasukkan kepalanya ke air dengan kemauannya sendiri.  Oke saya kasih sedikit reward sih untuk ini, yaitu chewable vitamin, dan pujian habis habisan atas keinginannya belajar, hihi. Rara suka banget sama gummy candy itu. Saya memang sekarang sering menjadikan itu reward buat apapun. Nah saya agak kaget juga dengan kemampuan itu. Ternyata kalau sedang senang, gampang banget ngajarinnya ;p. Ternyata, begitu dia tahu bisa melakukan itu, eeh malah ketagihan. Sepertinya Rara baru merasakan enaknya sensasi meluncur di air. Jadi hari itu Rara mencoba dan mencoba terus kemampuan barunya :D


Bagi yang merasa ribet masukin anak ke les lesan, bisa lho melakukan sendiri proses pengenalan aktivitas berenang. Catet yaa. Pengenalan. Aktivitas yang bisa dilakukan sendiri antara lain bermain lempar lempar dan kejar bola plastik, ciprat ciprat air dengan tangan atau gerakan kaki, mengalirkan air di kepala dan muka anak (bisa dengan tangan atau ember mini yang dibolongi), mencontohkan anak untuk meniup dalam air (mulutnya masuk air tapi hidungnya ngga apa apa di atas air, nanti lama lama bisa diminta untuk memasukkan hidungnya juga), dan tiduran dengan posisi badan telentang lurus dengan disokong.

Last but not least, banyak yang perlu diketahui yaa sebelum mengajarkan batita berenang. Selain banyak manfaatnya, ada juga lho batasan batasannya, misalnya adanya risiko tenggelam, sensitivitas klorin, risiko hipotermia, hingga risiko terbakar sinar matahari. Yaaa, I believe there are always advantages and disadvantages for everything, jadi yaa ditimbang timbang aja sebelum memutuskan sesuatu. Untuk menghindari risiko tersebut untuk Rara sih, penjagaan full time tentu hal yang mutlak. Selain itu saya biasanya merasa cukup mengajarkan berenang 30 menit ditambah main main sebentar selama 15 menit. Memang sih sesekali saya kesulitan untuk mengajak Rara untuk mengakhiri aktivitas main airnya, yang akhirnya selesainya molor dari waktu yang diniatkan dan pernah juga sampai kesiangan jadi panas sekali udaranya. Semoga pengalaman itu bisa jadi bahan bikin strategi di sesi selanjutnya deh :)

Referensi:
(6) http://www.livestrong.com/article/148394-what-are-the-benefits-of-swimming-for-kids/