Saturday, August 4, 2012

A Thought About Gentle Birth (2) - Home Birth

Etapiiiii…. Ternyata kesan awalku ttg GB itu salah lho. Itu memang kesanku setelah baca artikel artikel. Kesan awal GB harus begini dan bgitu. Ternyataaa setelah baca lebih dalam lagi, enggak kooo. Yang penting banyak baca, banyak tahu, sehingga nggak panikan, bisa memutuskan banyak hal berbekal keyakinan, bukan karena bingung dan terpaksa nurut.

Lalu kapan perlu intervensi? Kapan perlu induksi, sampai kapan harus menunggu setelah lewat HPL, apa boleh melahirkan normal setelah 2-3x SC, blab la bla…  Aku jadi sadar nih, kenapa si forum ituh tidak pernah bisa memberi jawaban, karena memang tidak ada yang pasti.  Aku mengambil kesimpulan, baca baca deh yang banyak, lalu kita bisa menentukan batasan terhadap diri kita sendiri, yang mungkin berbeda dengan orang lain. Kalau buatku pribadi, batasan kita harus pasrah terhadap intervensi adalah kondisi gawat janin, dan plasenta previa saat akhir kehamilan.  Kalo hal hal yang lain, masih bisa lah kita cari wangsit dulu, hehe, ga ding, maksudnya memohon untuk diberi keyakinan oleh Allah, mau dibawa cenderung ke mana hati ini, tsaahhh.

Nah balik ke home birth, komen komen orang tuh biasanya 'iya tuh aneh aneh aja', atau menganggap wah ini ada aliran apaan lagi, tren apa lagi. Ya ya ya... barangkali memang lagi ngetren. Aku bukan orang yang gampang ikut tren. Tp tren yang satu ini buatku sangat pantas diperjuangkan dgn kondisi yang sulit mencari provider yang ideal saat ini.

Kurang lebih begini nih alasan sayah melakukan home birth

  1. Alasan paling utama, saya tidak menemukan provider (blm ketemu jodoh aja kali ye) yang ada dalam jangkauan, dokter perempuan, bisa memfasilitasi waterbirth, mau terbuka mendiskusikan birth plan termasuk ttg penundaan pemotongan tali pusat, ngga harus ngantri berjam jam demi periksa 5 menit doang.

  2. Lokasi rumah saya dekat dengan sejumlah rumah sakit: RSB duren tiga, RS Asri, RS Medistra, RS Tebet, JMC, semua dalam jangkauan. Sudah menyiapkan database nomer teleponnya juga.

  3. Histori periksa kehamilan ada di 3 dokter, dan 2 bidan di 4 tempat berbeda. Jadi kalau emergency, tinggal pergi ke tempat yang rekam medisku paling banyak.

  4. Lokasi rumah saya tinggal ngesot ke bidan terdekat.

  5. Ada kendaraan yang siap untuk mobilisasi, jok dalam keadaan dikondisikan untuk bisa mengangkutku dlm kondisi rebahan.

  6. Histori melahirkan normal dengan mata minus  4 tanpa komplikasi, di rumah sakit yang cukup ternama, tanpa induksi, walaupun ngalamin trauma perlakuan.

  7. Posisi janin senantiasa bagus, kepala di bawah terus

  8. Tekanan darah normal terus. Rajin kontrol dan tiap kontrol bagus terus

  9. Percaya banget bahwa emosi ibu, suasana yang tenang, sangat berpengaruh terhadap kelancaran persalinan, dan kondisi emosi bayi. Percaya banget perlakuan salah atau tidak sesuai ekspektasi bayi bisa membawa trauma, trauma bawah sadar yang akan bermanifestasi menjadi karakter. Apa buktinya? Ngga punya. Paling paling testimoni atau cerita orang aja, contohnya cerita ttg past life regression (betul gak ya ini istilahnya), nggak ada (atau ngga tau) uji klinisnya, ok? It's just something that I believe.


Jujur nih, home birth pada awalnya bukan pilihan. Kalau saja ada provider yang memuaskan dan terjangkau lokasinya, aku lebih baik ke rumah sakit. Ruangannya lebih nyaman ( di rumahku lagi berantakan abisss krn mau pindahan dan banyak stok dagangan), makan dilayani dengan terjamin,  kalo emergency lebih cepat penanganannya.

Terlepas dari sgala macem alasan ilmiah atau kepercayaan, aku ingin menyampaikan testimoni, bahwa aku tidak menyesal melakukan home birth, dan aku bisa sangat jelas merasakan bedanya dengan proses kelahiran pertama. Yang kedua ini kondisi emosi sangat bahagia dan terkendali, apalagi didampingi ibu, suami, yang tidak ada kekhawatiran dan percaya sama aku. Percaya bahwa aku tidak mengambil pilihan salah, percaya bahwa aku bisa ngeden dengan benar (gak takut nyangkut dll), dan semua tim di rumah ngasih full support dan mengeksekusi INSTRUKSIKU (yapp… semua skenario ada di tanganku, yang lain Cuma actor yang ngikutin skrip dari aku aja). Low light room, sedikit kesejukan artifisial dari AC, aromaterapi, gymball yang bisa dijadikan tempat  alternatif mencari kenyamanan saat kontraksi, lagu slow jazz yang aku pilih, anakku Raul yang bisa nengok nengok kapanpun dia mau. Semua ‘kebebasan’ ini .. just simply made me happy and in control.  Keadaan ini, yang membuatku tersenyum ketika mengingatnya, mengingat momen momen penyambutan seorang anak manusia.

Last but not least... Allah lah yang punya kehendak. Allah lah yang mengatur semesta, memerintahkan seluruh elemen alam tunduk pada sunnah Nya. Laa haula wa laa quwwata illa billah..

A Thought About Gentle Birth (1)

Akhir akhir ini mendapati fenomena kesan orang terhadap gentle birth (GB)agak agak mislead. GB memang identik dengan momen persalinan yang indah untuk ibu dan bayi, tapi lalu disambungkan dengan harus serba natural, harus normal, harus di air, harus menghindari intervensi medis dkk. Well, aku sebenarnya tidak heran, karena awalnya akupun berpikir begitu ketika membaca dokumen yang dibuat oleh promoter GB. Jujur aja, kesanku waktu itu, untuk mencapai GB, harus mengusahakan lotus birth, harus mengusahakan tidak digunting. Minimal mengusahakan. Kalau dari awal memilih yang tidak alami, maka tidak gentle, begitu lho pikirku dulu. Apalagi ketika aku sering mempertanyakan kapan sih harus mendapat penanganan medis, aku tidak pernah mendapatkan respon yang berarti, membuatku semakin berpikir bahwa penanganan medis itu tidak pernah jadi solusi, dalam konsep GB. Anyway, karena akhirnya aku jadi pelaku home birth¸aku pun jadi terusik dengan pandangan beberapa orang yang kupikir salah tentang homebirth. Tolong ya jangan keburu napsu bergosip. Bergosip itu memang asik tapi sih *lho*. Mereka pikir kalo home birth itu anti intervensi medis, mungkin berpikir pelakunya naturalist yang hardcore (nah yang ini nggak gue banget loh). Yang paling bikin gatel, kesan kalo pelaku HB itu kaum sok alami yang gak punya ilmu, sukanya googling sumber2 gak bisa dipercaya dan tidak mau menerima teknologi. Jangan jangan langsung identik ya kalo home birth itu biasanya nggak mau vaksinasi, nggak mau makan makanan kemasan, pelaku food combining yang saklek. Istilah pemberdayaan diri yang diusung pun kesannya jadi negatif. *sigh*. Aku jadi teringat mengenai pelaku pelaku kampanye lingkungan yang kemudian dianggap ‘berdosa’ karena ketahuan menggunakan plastik. Haduhhhh…. Manusia itu kan hidup juga perlu seimbang. Masak mau ramah lingkungan trus nggak mau naik mobil, kan repot itu, hakakakakk. Ya nggak papa tho make plastik, kan prinsipnya minimasi. *lhahhh jadi out of topic*

Dari sekian metoda yang identik dengan GB, banyak yang memang masuk akal buatku, dan patut diusahakan, seperti melahirkan di air yang bisa jadi peralihan yang lembut untuk bayi, sekaligus bonus nyaman buat ibu. Lalu misalnya lagi, berusaha mengambil posisi sesuai insting, memberikan kesempatan pada diri untuk bebas. Itu semua masuk akal kok, krn ketika mood kita bagus, melahirkan pun jadi lancar bukan? Tapi ada pula metoda yang katanya bermanfaat, tapi kubaca baca sampe jungkir balik juga aku merasa belum ada manfaatnya BUATKU, yaitu lotus birth. Bukan berarti tidak ada manfaatnya buat orang lain lho ya. Tapi segala macam alasan religius dalam lotus birth, tidak ada dalam pemahamanku.

Buatku plasenta hanya seonggok daging, yang memang sangatttt berjasa dan krusial dalam perkembangan janin, tapi statusnya ya sama saja dengan jantung, paru paru, hati, dll. Ketika keluar dari tubuh, it belongs to the ground. Lagipula tidak ada tuntunannya dalam keyakinanku kalau plasenta itu ‘saudara’nya bayi. Lotus birth is just not for me. Allah lah yang mengantarkan nutrisi kepada janin. Organ tubuh adalah ciptaanNya, yang harus disayangi dalam artian dirawat, olahraga, makan yang bagus, dll. Tapi kalau sudah di luar tubuh ya beda lagi urusannya. Oh well, mungkin ada manfaat lotus birth yang aku belum ketahui. Bukan tidak mungkin kok di kelahiran mendatang aku akan menerapkan lotus birth, jika sudah menemukan alasan yang cocok buatku.

Makanya.. waktu itu.. aku ngga mau terpaku pada GB yang harus begini dan begitu.(Maap iniii… bukan menyalahkan yang lotus lho ya, siapa tau punya alasan supaya tenang, bayi nggak dibawa2 kmana mana dll, monggo lhooo). I set my own limit. Maka dari itulah ngga berani melabeli diri ingin gentle birth. Pemikiranku waktu itu, kalau nggak gentle menurut pandangan ‘orang orang ini’, so what gitu lho. Makanya ketika aku memutuskan diri untuk home birth (dengan segala pertimbangan) dan ditawari untuk lotus birth oleh mbak bidanku yang cantik dan baik hati, akupun menolak dengan tanpa alasan yang panjang. Alasannya ya… nggak aja, hehehe. Nggak punya alesan untuk lotus, as simple as that kok.

(to be continued)

Rara 3 bulan kurang 8 hari

  Alhamdulillah, Rara putri cantikku sudah hampir 3 bulan. Beratnya naik dari persentil normalnya, sangat sehat dan ceria. 2x ngalamin flu, pertama setelah pindahan rumah karena kayanya penyesuaian dengan lingkungan asing dan masih rada berdebu. Kedua, ketularan ayahnya yang lagi bergelut dengan pindahan (lagi) dan pegang2 dokumen tua. Tapi kedua kali pileknya mild dan cepat sembuh. Bukan hal yang perlu dikhawatirkan.

Rara di usia 2.5 bulan:

- sudah pamer social smile

- kepala sudah semakin kuat walaupun belum bisa tegak lama

- sukaaa banget diajak ngobrol. Kalo lagi mood ngobrol, bundanya bisa mati gaya bingung mau ngobrol apaan lagi. Begitu stop diajak ngobrol, eh mulai mewek lagi, xixixi.

- Paling suka dibacain zikir tasbih tahmid dan takbir, selalu tersenyum gembira kalo diajak zikir itu.

#enjoying motherhood#