Monday, October 31, 2016

Yoga lagi..

Sesekali posting nyampah ah..
Sampah satu arah, kalo nyetatus di fb bisa lempar lempar komen soalnya.

Saya termasuk yang senang yoga yang populer di Indonesia telah mengalami penyempitan makna, menjadi hanya exercise. Saya pro yoga as an exercise. Kalo saya dapet manfaat ketenangan batin, well it's a bonus. I do not seek spiritual benefit in yoga, not my main purpose lah.  Kalau ada yang bilang 'yoga sempit makna' ini bukan yoga, i do not care hahaha. You call me not a yogi? Fine. I am not. I'm just doing this standing, forward bending, plank, downward dog, or even  challenging pose like headstand or arm balance so that I look cool.  

MUI udah membuat rekomendasi bahwa yoga dibolehkan sebatas exercise. Di Malaysia malah pake fatwa haram, lalu diberi keterangan kecuali yang hanya exercise.

Nah kalo memang pengen memasyarakatkan yoga, kenapa sih malah mulai nyebar nyebarin yoga yang ada religious root nya? Saya masih agak agak ngerti kalo diajarin begituan di teacher training, untuk memahami sejarah. Tapi not for my personal practice. Fine lah kalau situ mau practice yang seperti itu.  Tapi kalau nyebar nyebarin di ruang yang lebih umum, ahhh bikin saya males. Yang begini ni yang bikin saya speechless kalau ditanya sama temen saya mengenai apa pendapat saya mengenai hukum yoga. Daripada pusing, saya bilang aja udah ngga usah yoga, cari olahraga lain, walaupun saya tetep melakukan olahraga yang 'yoga-inspired'  karena saya merasa sudah set my boundary dan strict dengan itu. Saya juga tetap ngajarin prenatal yoga, dengan boundary saya itu. This is my private standard.

Sayang sekali, yoga yang saya pelajari dan praktekkan(latihan nafas dan fisik), banyak sekali manfaatnya untuk terapi kesehatan. Di batas ini saya benar benar merasa yoga pantas untuk disebarkan, sehingga banyak orang bisa merasakan manfaatnya. Should I make a new name for it?? Supaya tidak tercampur campur dengan yoga yang versi lain??


Wednesday, November 18, 2015

Yoga Inspired


Ada seorang kawan yang bertanya pada saya mengenai yoga dari tinjauan syariat.
Sayangnya, saya cuma tahu mengenai rekomendasi MUI mengenai yoga. Kesimpulannya adalah yoga dibolehkan selama tidak melibatkan mantra dan meditasi. Definisi mantra dan meditasinya sendiri tidak dijelaskan (atau saya belum temukan?). Tapi dugaan saya, definisi meditasinya mirip seperti yang ada di sebuah kamus online yang pernah saya baca (yang mana beda definisi dengan saya, yang menganggap masak, leyeh leyeh di pantai, merajut, bahkan lari marathon, adalah meditasi)

Lebih dari itu, saya tidak memiliki kapasitas untuk menyebut yoga mubah atau haram, pun pengetahuan saya tentang yoga belum sekelas master. Namun saya ingin cerita apa yang saya tahu mengenai yoga, dan mengapa saya akhirnya memutuskan ikut kelas yoga, dengan batasan yang strict. Mohon yaaa jangan anggap tulisan ini untuk menyaingi fatwa ulama, juga menyaingi para yogi, karena saya belajar yoga baru kemarin sore juga.  
Seorang guru saya (yang juga mengajar yoga) bilang: Ya, yoga berpotensi membuat syirik, apabila kita tidak tahu batasannya.

Saya setuju. Seperti halnya kita ikut karate, kendo, dan aneka olahraga yang melibatkan aspek filosofi spiritual (mohon samakan dulu definisi spiritualnya. Spiritual pemahaman saya adalah segala hal tentang mengkoneksikan diri pada kekuatan yang lebih besar yang mempengaruhi diri kita. Silakan sebut tuhan, semesta, atau diri sendiri, you name it. Buat saya, kekuatan sumbernya dari  Allah). Tidak hanya olahraga, Pancasila dan UUD 45 juga merupakan ajaran spiritual, menggunakan definisi yang saya pahami.  Ketika kita mengikuti aktivitas spiritual, maka aktivitas ini akan 'rentan' dikaitkan dengan tuhan. Mengenai bagaimana persepsi aktivitas tersebut terhadap tuhan, itu sangat tergantung pada pemimpin aktivitas tersebut.  Kalau kita mengganti intensi ketuhanan kita dengan yang lain, ya tentu jatuhnya syirik.

Kita gali satu satu mengenai aspek yoga (saya ambil aspek aspek yang menjadi perhatian aja ya), supaya kita tahu mana yang jadi sumber kontroversi.

Asana (postur)
Ini yang banyak orang kenal dari yoga. Gerakannya sebetulnya sangat banyak ditemui di olahraga non yoga. Konon ada ribuan pose yoga. Dan yang nyebelin dari yoga adalah, ... semua postur tubuh yang pernah kita lakukan bisa jadi ada namanya dalam yoga, hehehe. Ya bayangin dong, berdiri tegak ala upacara aja merupakan pose yoga (tadasana/mountain pose), dan telentang tiduran juga pose yoga! (savasana/corpse pose). Jikalau asana yang menjadi sumber kontroversi dalam yoga, niscaya kita ngga bisa ngapa ngapain dalam hidup. Ya iyalah... kita ngga bisa leyeh leyeh telentang, soalnya itu pose yoga, hehe.. Bedanya, yoga ngajarin melakukan postur itu dengan benar dan setiap postur ada manfaatnya bagi tubuh, sehingga kita melakukan setiap postur itu dengan penuh kesadaran

Despite more than a century of research, we still don’t know much about the earliest beginnings of Yoga. We do know, though, that it originated in India 5,000 or more years ago. Until recently, many Western scholars thought that Yoga originated much later, maybe around 500 B.C., which is the time of Gautama the Buddha, the illustrious founder of Buddhism. But then, in the early 1920s, archeologists surprised the world with the discovery of the so-called Indus civilization—a culture that we now know extended over an area of roughly 300,000 square miles (the size of Texas and Ohio combined). This was in fact the largest civilization in early antiquity. In the ruins of the big cities of Mohenjo Daro and Harappa, excavators found depictions engraved on soapstone seals that strongly resemble yogi-like figures. Many other finds show the amazing continuity between that civilization and later Hindu society and culture. (http://www.swamij.com/history-yoga.htm)

Nah, kalau dari sumber di atas, ternyata gerakan gerakan 'yoga-like' sudah ditemukan jauh sebelum Hindu. Tapi memaaang, ilmunya dikembangkan di tanah Hindu, di India. Maka penamaan posturnya kadang malesin juga buat yang non Hindu seperti saya, hehe..  Misalnya aja ada yang namanya Shiva Dance, padahal ya gerakannya gitu gitu aja, tidak merepresentasikan penyembahan juga.
Yang sering jadi kontroversi juga, adalah Sun Salutation (menyapa matahari). Ini adalah sebuah penggabungan beberapa postur yang dilakukan mengalir, dan salah satu guru saya dalam latihannya menyebut ini sebagai 'cardio', karena gerakan ini memang fungsinya menaikkan aktivitas jantung dan memanaskan seluruh anggota tubuh. Entah kenapa disebut sun salutation, mungkin sekuens ini bagus dilakukan di pagi hari menjelang fajar. Mengapa kontroversial, karena dianggap penyembahan kepada Matahari. Banyak versi lah tentang asalnya. Saya memutuskan untuk mengabaikan ini, toh saya ngga pernah liat orang Hindu sembahyang di pura dengan gaya sun salutation. Malahan, sun salutation ini banyak yang membandingkan dengan gerakan solat. Yah yah... walaupun menurut saya itu cocoklogi juga. Gerakan gerakan dalam sun salutation (downward dog, cobra, standing forward bend, plank, itu gerakan yang juga ditemui di olahraga lain, bahkan merupakan gerakan stretching yang umum dilakukan di segala olahraga)

Pranayama (nafas)
Dalam yoga, nafas pegang peranan yang sentral, tidak seperti olahraga studio lain. Mungkin olahraga lain menganggap mengontrol nafas sebagai sekedar memenuhi kebutuhan hidup akan oksigen. Tapi dalam yoga, setiap teknik nafas punya manfaatnya masing masing. Contoh, ada nafas untuk detoksifikasi. Nafas yang stabil selama menahan sebuah postur, efeknya sangat menenangkan.
Dari sini saya tidak melihat ada yang perlu dipermasalahkan ya.. lewat aja ya...

Mantra
Saya pernah baca blog seorang yogi muslim yang ikut teacher training di luar negri. Sayangnya saya lupa siapa dan tidak menyimpan link blognya. Singkat cerita, ketika ada instruksi untuk baca mantra, beliau tidak mau ikutan. Lalu gurunya bertanya, dan beliau menjelaskannya alasannya. Gurunya bilang, sebetulnya mantra itu bukan apa apa, bebas aja kalau tidak mengucap mantra. Tapi yang ingin diambil manfaatnya adalah vibrasi pita suara saat nada rendah, itu memiliki manfaat untuk tubuh.
Di Indonesia sendiri, praktek ini sangat jarang ditemukan, kecuali instrukturnya sangat terpengaruh oleh pengajar yoganya di luar negeri. Mantra, MUNGKIN bisa ditemui di Indonesia di studio studio pribadi, yang memang gurunya sering belajar ke luar negeri dan belajar dengan guru guru yang menggunakan mantra. Ini salah satu batasan strict saya. Kalau background music nya pakai lagu mantra, saya akan bilang ke gurunya, saya ngga nyaman dengan lagu ini, walaupun mendengar lagu 'halleluya' juga tidak semerta merta membuat saya jadi Kristen. Saya belum pernah menemui guru yang menolak permintaan saya, hehe. Malah akhirnya ada juga yang akhirnya saya yang carikan koleksi musiknya.

Di Indonesia, kalaupun pake mantra, yang saya tahu artinya lebih ke pemberdayaan diri, semacam enlightement kalau kita punya kekuatan dan cahaya kebenaran dalam diri. Sekilas sih normal2 aja dan ngga ada hubungannya sama agama apapun. Paham Humanisme gitu lah. Tapi gimana ya... kebetulan saya prinsipnya Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Jadi apa apa dibalikin ke Allah, bukan pada diri sendiri. Jadi walaupun arti arti mantra itu seolah keren dan nggak nyebut dewa, I refuse to use it. Tapi ada pula muslim yang masih mengizinkan metafora2 gitu, yang menganggap istilah semesta sebenarnya maksudnya Tuhan, atau power within maksudnya tuhan, ya wallahu a'lam ya, saya pahami niatnya sama, itu aja, biar Allah yang menilai. Biasanya orang orang yang puitis suka begitu, misalnya menyebut "yang di atas" hehe. Kalau saya lebih suka nyebut Allah ngga usah pake metafora metafora segala. 

Meditasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id/meditasi), bermeditasi adalah memusatkan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu; bertafakur.
Jadi, apa yang dilakukan Rasulullah SAW di Gua Hira adalah juga meditasi (berkhalwat dengan Allah, merenung, bertafakur).
Maka, jika ada tokoh tertentu yang menganggap meditasi menyimpang, dugaan saya, kami menggunakan ruang lingkup definisi yang berbeda tentang apa itu meditasi. Maka, sebelum setuju atau tidak setuju dengan meditasi, tanyakan dulu definisinya, karena bisa jadi berbeda.

Meditasi menurut yang saya pahami memiliki makna yang sangat umum. Praktek meditasi dalam yoga (sepengalaman saya) adalah diam, memperhatikan dan mengizinkan lewat segala sensasi, bisa mendengarkan kicau burung lewat, mendengarkan angin, gerakan daun, dan menyadari sensasi dalam tubuh, misalnya merasakan degup jantung, kesemutan di bagian tubuh tertentu. Kalau mau lebih dalam lagi, bisa mengamati perasaan, misalnya kita sedang sedih, senang, dll.
Dari praktek yang saya pernah temui, saya merasa tidak ada yang salah dalam meditasi, karena teori parenting sekarang pun mengajarkan prinsip meditasi pada anak: mengenali rasa sakit, sedih, memberi nama pada perasaan, sehingga harapannya anak terlatih untuk peka dan jujur terhadap apa yang dirasakan.
Dalam perkembangannya, meditasi ini makin meluas lagi maknanya. Makan pun bisa jadi meditasi. Lari Marathon pun bisa jadi meditasi. Kegiatan apapun bisa jadi meditasi ketika kita menggunakan prinsip be here and now, grateful for the present, mengamati dan mengizinkan hadir semua rasa yang muncul.

Yoga Label
Saya tidak mau bilang kalau yoga sama sekali tidak ada kaitannya dengan Hindu. Secara sejarah, tentu ada kaitannya dengan budayanya. Nyatanya dalam praktek yang saya jalani, tidak ada hubungannya dengan cara ibadah. Tapi kalau Anda orang yang memang berpegang teguh bahwa label dan akar (asal muasal) itu penting, I respect it. Avoid yoga yang memang memiliki label 'yoga'. Seperti halnya MUI pernah mengharamkan Root Beer, bukan karena kandungan khamr nya, tapi karena label nya yang mengandung kata 'beer'. Jika MUI akhirnya menghalalkan Root Beer karena ganti nama menjadi RB, maka sudah lah tidak usah sebut olahraga ini bernama yoga, tidak usah sebut Karate, Kendo, Tai Chi, dll.

Sistem Yoga
Di luar sana juga banyak versi mengenai pengertian yoga. Kalau saya boleh mengumpamakan, ada yoga sekuler dan yoga way of life.

Way of life is the only straight way to your ultimate goal. It covers each tiny aspect of your life. You cannot combine way of live. Most of the time my way of life crosspath with these philosophies : Karate, Pancasila (Indonesian foundation philosophy) , Yoga included. When it happens, I allow those other ideas to walk along with mine, but it doesn't mean that we're heading to the same direction and destination. When it doesn't happen, I will walk my own way, the one way that I have chosen :)      (IG rika.widjono)


Yoga yang way of life ini menganggap yoga sebagai suatu sistem spiritual (bukan relijius ya). Oh iya, olahraga yang spiritual banyak yah seperti Karate, Kendo, dll. Nah aspek yoga sebagai sistem ini banyaaakk sekali. Orang yang melakukan kegiatan sosial juga disebut melakukan yoga. Salah satu yogic lifestyle adalah menjadi vegetarian (ahimsa, non violence, tidak melakukan kekerasan pada binatang). So, orang yang tidak menjalankan sistem ini, ya tidak bisa disebut melakukan yoga. Walaupun ngaku ngaku yoga, tapi itu bukan yoga. Sudah otomatis batal, gagal jadi yogi.  Saya jelas gagal, karena saya meat lover, hehe. Yoga is not my way of life. Menurut definisi ini (yoga sebagai sistem), mau ngelakuin sekuens gerakan 'yoga-like'  sampe pingsan juga tidak akan disebut yogi, jika ada aspek filosofinya yang dilanggar (ya misalnya membunuh binatang buat dimakan itu tadi).

Tapi, tidak semua orang juga menganut pemahaman itu. Yang sekarang menyebar di seluruh dunia adalah hatha yoga, yang banyak latihan fisiknya. Tapi mereka menyebut diri bahwa itu yoga, anyway.  Kalau pakai definisi yang ini, sepertinya saya bisa masuk dalam kategori yogi.

Saya sendiri sih, tidak terlalu fokus menyebut diri mempraktekkan yoga, atau melabeli diri dengan yogi. Nggak penting buat saya, hehe..


Thursday, November 12, 2015

Self Healing

Sudah sering dengar ya istilah ini? Istilah ini memiliki asosiasi dengan fisika energi, atau psikologi energi, biasa dipakai untuk mengobati trauma (luka batin), bisa juga fisik. Yang saya pahami, pembahasannya cenderung nyambungnya dengan Chinese Medicine, karena banyak pakai istilah chi, meridien, sumbatan energi, dll. Saya sih cuma tahu sedikit istilah istilahnya ya, jadi tidak akan banyak cerita tentang itu.

Saya mulai kenal self healing saat belajar mengenai hipnoparenting dalam sebuah workshop. Di situ peserta diajari sebuah teknik yang namanya SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique), lalu saya sempat juga ikut preview seminar khusus SEFT. Di waktu yang lain, saya kembali kenalan dengan yang namanya Quantum Touch, dan TAT. Semuanya berprinsip membuka sumbatan energi di dalam tubuh. Terbukanya sumbatan sumbatan energi ini akan menimbulkan berkurangnya perasaan cemas, takut, dan segala perasaan negatif lainnya (termasuk sakit fisik).

Dalam beberapa forum, saya menangkap adanya pendapat tertentu seperti, "Kenapa harus belajar hal hal seperti itu jika dengan Al Quran dan shalat seharusnya hati menjadi tenang?". Terus terang saja, saya juga awal awal dulu mempertanyakan hal yang sama dengan diri sendiri. Saya mempertanyakan ini ketika sedang duduk hening dan menjalankan salah satu metoda self healing yang menggunakan teknik mengetuk ngetuk titik tertentu. Ada semacam bisikan dalam diri "What are you doing here? duduk hening 10 menit lebih untuk kesembuhan jiwa padahal tahajudnya juga belum bener. Kok ngga dipake tahajud aja?", membuat saya sempat membenturkan ibadah dengan teknik self healing.  Ada juga ungkapan semacam "Muslim yang baik seharusnya tidak mengalami depresi". Ada benarnya juga, walaupun itu tidak menggambarkan situasi dengan holistik. Kalau kita benar benar paham sepaham pahamnya dengan makna berserah diri (tidak hanya tahu pengertian dan dicamkan di otak, namun juga memohon pada Allah untuk memahamkan qalbu kita atas maknanya), atas perkenan Allah, Dia akan mengangkat sakit depresi tersebut. Tapi muslim yang baik juga tidak akan menghakimi orang lain bukan muslim yang baik, karena hanya Allah yang tahu, hehehe.

Seiring dengan menjalani keduanya, saya menjadi paham akan irisan keduanya.
Penyakit fisik dan jiwa sejatinya adalah satu. Fisik bisa mempengaruhi jiwa, sebaliknya kondisi jiwa juga bisa mempengaruhi fisik. Kalau badan kita ngedrop dan harus bedrest, tentu wajar kalau pikiran menjadi sumpek dan makin stress. Kalau hati resah dan banyak pikiran, kepala bisa migren, atau bisa disebut psikosomatis.

Al Quran (dan al hadits) adalah obat, itu hal yang saya yakini. Salah satu contoh saya dapati belum lama ini lewat social experiment memperdengarkan Al Quran pada yang tidak pernah tahu tentang Al Quran. Banyak yang  bilang hatinya menjadi tenang, bahkan ada salah satu yang menangis. Al Quran definitely has this healing effect. Tidak hanya obat jiwa, tapi obat fisik juga lho. Buktinya, ada doa untuk demam. Demam itu kan sakit fisik.  Tapi di sisi lain, Rasulullah juga memerintahkan umatnya untuk pergi ke tabib apabila sakit. Dari sini saya memahami bahwa dalam proses penyembuhan, ada media internal, dan ada pula media eksternal. Internal maksudnya 'ngoprek' qalbu, eksternal maksudnya intervensi faktor lingkungan.

Karena saya meyakini fisik dan jiwa sejatinya satu (buktinya orang sakit jiwa dikasih obat penenang juga, yang sebetulnya prinsipnya menginterfensi fisik, karena jiwa bukan materi yang bisa disentuh), maka ini berlaku pula untuk penyakit jiwa. Mari ambil contoh. Jika hati sedang sumpek karena deadline pekerjaan yang begitu ketat dan beban kerja yang terlau tinggi, maka media penyembuhan internalnya adalah dengan shalat dengan khusyuk dan membaca Al Quran. (Membaca Al Quran juga bisa disebut sebagai media eksternal, karena vibrasi suara dengan tone yang rendah juga menenangkan). Serahkan semua urusan pada Allah setelah kita melakukan yang kita bisa. Jika kita menyadari kita sudah mencapai batas kita, maka tidak akan ada beban, mau dipecat kek, dimarahin bos kek, tidak akan ada beban, karena kita sudah surrender. Adapun media eksternalnya adalah sejenak keluar ke ruangan terbuka, mencharge dirinya dengan alam dan melakukan gerakan gerakan yang bisa membuka sumbatan sumbatan energi yang membuat dia sumpek, misalnya dengan olah nafas dan gerakan olah fisik tertentu, atau sekedar menyepi ke pantai dan bercakap cakap dengan teman (kalau pakai istilah sekarang: butuh piknik). Self healing sebenarnya termasuk 'piknik' di sini, yaitu suatu media kesembuhan melalui hukum alam, sebab-akibat, seperti halnya minum obat untuk mengintervensi organ tubuh. Satu dan lainnya tidak saling bertentangan bukan? Segala ikhtiar melalui media eksternal ini sebenarnya tidak menyalahi sunnatullah.  Kalau kita stress dan banyak berdzikir di dalam kamar saja, tentu ini menyalahi sunnatullah juga.


Jadi, ini bukan masalah kurang dzikir atau kurang piknik. Bisa jadi kurang salah satu, atau keduanya. Kalau kita sudah merasa cukup piknik tapi masih galau, ya evaluasi media internalnya, bukan dengan piknik lagi, hehe

Satu hal yang pasti, we never heal ourselves. Allah, is the one who heals us.
Wallahu a'lam bis showab

Wednesday, November 4, 2015

Talents Mapping


Dari dulu saya selalu menyadari ada beberapa 'kelemahan' dalam diri. Karena waktu itu jamannya penggugahan motivasi, saya memilih untuk mendobrak diri saya, melakukan hal hal yang 'nggak gue banget' yang saya anggap bisa membuat diri saya jadi lebih baik. I tried hard, tapi hasilnya tidak saya lihat. Yang ada saya merasa energi saya habis dan lelah melakukan sesuatu, tapi tidak ada hasilnya. Rasanya... hmmm... sedih, semacam putus asa lah gitu (saya ngga mau bilang putus asa sih karena ngga sampai putus asa banget hehe)

Belakangan saya dapat info tentang Talents Mapping (TM) yang ditawarkan oleh Pathfinder Career Consultant, yaitu sebuah assessment untuk mengetahui mana bakat dan kelemahan bawaan kita. Manfaatnya adalah supaya kita dapat lebih fokus pada kelebihan kita, dan menggunakan kelebihan tersebut untuk mengelola kelemahan kita. Saya jadi tahu bahwa kelemahan itu bukan sesuatu yang harus dijadikan kelebihan. Kelemahan harus diakui apa adanya, dan dimaklumi oleh orang orang sekitarnya. Menarik bukan. Lebih menarik lagi, hasil assessment nya tidak berupa skor atau pengkategorian baku, tapi sangat personalized. Setiap orang hasilnya unik, tidak akan sama satu dengan lainnya. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan seseorang, kita bisa tahu bagaimana memposisikan orang tersebut dalam sebuah tim, entah tim di perusahaan, tim olahraga, panitia acara, bahkan tim rumah tangga (suami istri).

Saya sebenarnya orang yang banyak bingung karena banyak minat. Saya juga bingung bakat saya sebenernya apa ;p karena saya banyak bisa ini dan itu tapi tidak menekuni sampai dalam. TM membantu saya memetakan sebenarnya apa yang kuat dan lemah dalam diri saya. Alhamdulillah suami juga ikut saat pembahasan hasil assessment saya, dan beliau juga baru ngeh bahwa beberapa kelemahan saya ternyata 'dari sononya' alias harus dimaklumi. Jadi dengan mendengar hasil assessment ini, suami yang sudah pengertian, jadi makiiinnn pengertian lagi, hehehehe. Asik kaan.

Pada suatu saat, saya tertarik mengikuti sebuah pelatihan yang sebenarnya cukup mahal bagi orang iseng yang lagi pas pasan, tapi worth it bagi yang ingin menekuni bidang tersebut. Saat itu saya berpikir, mubadzir ngga yah saya mengeluarkan uang sekian juta untuk ini, dalam kondisi uang mepet dan usaha sedang  ada cobaan. Kalau boleh pinjam istilah Kiki Barkiah, saya berpikir apakah ini bermanfaat dan berpengaruh bagi peran kekhalifahan saya di dunia ini. Akhirnya saya buka buka lagi hasil assessment TM, tanya tanya dikit sama Pak Firman dari Pathfinder, yang berakhir pada kesimpulan bahwa ini pantas dilakukan. 

Alhamdulillah, I feel happy with what I am doing now.

Mengikuti TM recommended banget deh, tool yang keren supaya kita ngga buang buang energi mengembangkan diri  di  bidang yang tidak tepat. Thank you, Pathfinder Career Consulting.

Monday, August 17, 2015

Struggle to Surrender to Iman

Izinkan saya mengutip beberapa artikel sebagai prolog:  

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

(tentang iman islam dan ihsan, please see http://rumaysho.com/aqidah/mengenal-tingkatan-islam-26.html)
Ihsan adalah tingkatan paling tinggi. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
(http://muslim.or.id/aqidah/islam-iman-ihsan.html)

Ihsan memberi 'nilai mendalam' pada Islam dan Iman. Apa jadinya jika kita menjalankan shalat, puasa, dan berikrar kita percaya pada Allah dan rasulnya, jika tanpa ihsan? Ihsan seperti membuat segala hal lahiriah yang kita lakukan menjadi terintegritas dengan apa yang ada di dalam hati. Ihsan yang membuat shalat menjadi bermakna dan terpancar pada perilaku orang sehari hari.
Islam adalah tentang Ilmu fiqih. Iman adalah mengenai akidah. Ihsan adalah mengenai akhlak (sebagai integrasi dari islam dan iman). Setan akan senantiasa menggoda manusia melalui 3 pilar ini.

Iman/akidah, pada pengertian lapis pertamanya adalah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan. Saya yakin semua orang yang memutuskan beragama Islam di KTPnya, mempercayai isi syahadat. Pada lapis selanjutnya, akidah tidak hanya kesaksian lisan, namun juga secara esensi hidup menyembah Allah, bukan materi, bukan kekayaan dunia. Orang orang yang tujuan utama hidupnya adalah mengumpulkan harta sebanyak banyaknya, sehingga mengabaikan shalatnya, dan hubungan baik dengan saudaranya, bisa dikatakan sebagai 'penyembah harta'.

Hati hati sama setan. Kalau dia tidak bisa menggoda manusia dalam hal melarang hal hal yang jelas terlarang, maka dia bisa menggoda dengan cara lebih halus. Konon, setan itu beda beda tingkatannya, ada yang intelektualitasnya rendah, ada yang super cerdas. Setan setan cerdas akan dikirim kepada orang orang yang sholeh dan ahli ibadah, dan yang dia 'ulik' bukan untuk membuatnya malas shalat, malas sedekah, malas menebar ilmu, tapi yang dia ganggu adalah hati. Kalau ada seseorang yang zuhud, maka bisa jadi kezuhudannya ini menjadi hal yang akan menjadikannya terpeleset. Misalnya, setan tingkat tinggi bisa masuk ke dalam hatinya dan menaruh sebersit kesombongan melihat orang orang lain yang hedon dan belum 'tercerahkan'. Namanya ego trap. jebakan ego. Saya sendiri mengamati ada beberapa orang bijak yang saya kenal terjebak ego trap ini. Tapi saya pun harus jeli, jangan jangan setan memerangkap saya dalam ego trap, supaya menganalisis orang orang bijak dan merasa sombong karenanya. Haduhh... banyak istighfar aja deh. Manusia tempatnya salah. Fitrah tersebut bukan untuk menjadi pembenaran melakukan kesalahan, namun untuk menyadari kelemahan dan banyak memohon ampun pada Allah.

Fyuhh, perjalanan untuk menginternalisasikan dinul Islam dalam diri ini (saja)bukan hal yang mudah. Dalam bermuamalah dengan anggota keluarga terkecil saja sudah jadi medan perjuangan yang luar biasa. Medan perjuangannya lebih banyak di hati. Ujian keimanan yang 'tingkat tinggi' sudah muncul di sini. Kalau para pekerja yang bekerja di ladang 'basah' mendapat ujian untuk tidak menuhankan harta, maka bagi ibu ibu di rumah, ujiannya adalah untuk tidak menuhankan suami, tidak menuhankan anak, dan tidak menuhankan ego dalam diri, juga tidak menuhankan rasa sedih dan gembira (yg mana memang biasanya menjadi sumber kesedihan dan kegembiraan adalah keluarga). Khusus dalam rumah tangga, bahkan ada setan yang benar benar membuat pernyataan perang kepada rumah tangga. Setan setan pun bergumam“Aku tak akan meninggalkan pasangan suami istri ini sebelum aku berhasil memisahkan mereka berdua.” (HR Muslim 2813/67) Kata seorang guru, semakin tinggi, jalanan semakin menanjak. Anginnya semakin kencang. Jadi, makin sholeh, ujiannya semakin 'halus' dan 'cerdas', setan yang diturunkan mungkin tingkat jendral atau bahkan panglima.

Ujian keimanan tidak berhenti di ikrar syahadat. Ternyata ujian keimanan adalah untuk bebas dari kemelekatan terhadap apapun di dunia ini, dan menyandarkan segala rasa hanya karena suka atau bencinya Allah saja terhadap diri ini.

It's a long and challenging struggle. Struggle to surrender.

Tuesday, August 4, 2015

Tiada Sehelai Daun yang Jatuh tanpa Izin Allah

Tiada sehelai daun yang jatuh tanpa izin Allah. Begitu pula pertemuan dengan orang orang menyebalkan yang kita temui setiap hari:) 


Dalam hidup, tentu kita berhubungan dengan orang lain. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang memiliki pengalaman hidup yang identik, bahkan kembar identik sekalipun. Nature, dan nurture, tentu akan membentuk seseorang menjadi unik, unik penampakannya, dan unik jalan pikirannya. Inilah sebabnya, saya tidak pernah menemukan satu orang manusia pun yang benar benar mengerti saya 100%. Mengapa? Karena tidak ada satu manusia pun yang mengalami pengalaman identik dengan saya. Hal yang menyenangkan buat saya, bisa tidak menyenangkan buat orang lain. Bahkan kini dengan era sosial media, di mana saya mudah sekali mengakses bagaimana orang berpikir,yang namanya kebenaran universal pun bisa jadi berbeda menurut satu orang dan orang lain. Padahal namanya universal. Ehh ternyata bisa beda juga. Dan semua orang bisa ngerasa paling oke dalam mempercayai kebenaran universal.

Bertemu dan berhubungan dengan siapapun, semakin dekat, maka saya akan sampai pada pemikiran pemikiran yang tidak cocok dengan saya, yang membuat diri sok pinter saya berpikir "please, masak kaya gitu aja ngga kepikiran", atau "bisa bisanya dia berpikir sejahat itu, atau secetek itu?"  atau "ini gampang bangettt, masak begini aja ngga bisa". Nyatanya, orang lain juga berpikir seperti itu tentang saya.   Saya bisa saja menilai seseorang terlalu bodoh. Sementara orang lain ada yang menilai saya bodoh.

Dulu, hal ini membuat saya frustasi, karena saya nggak bertahan akrab dengan orang lain. Ada saja hal yang berbeda. Saya sering sekali menderita gara gara sikap orang lain. Padahal orang lain cuek dan santai santai aja. Apalagi di jalanan. Di jalanan banyak sekali manusia manusia menyebalkan luar biasa, yang menentukan mood dan produktivitas saya hari itu. Yang paling menyesakkan adalah ketika orang orang yang berhubungan dengan saya  hari itu melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Saya inget banget dulu pernah mengambil tempat duduk di kelas bimbel, lalu orang lain meminta tempat yang saya duduki (padahal di kelas biasanya duduknya bebas) dan saya bilang saya mau duduk di sini karena duluan. Lalu 2 orang teman  saya ini mendiamkan saya. Putus silaturahim. Jika ada kesempatan saya selalu menyambung dengan menyapa, tapi mereka cuek. Hal seperti ini saja bikin hidup saya menderita dan sering nangis.

Tapi seiring waktu saya mendapat nasehat untuk berusaha belajar mengasah bagaimana saya berpikir (masih on progress, daripada tidak sama sekali), memberi jeda waktu untuk memikirkan setiap hakikat kejadian: ini apa, kenapa terjadi, Allah mau kasih pesan apa, bagaimana respon yang kira kira Allah sukai. Betapa ruginya jika keburukan orang lain bisa menentukan diri kita. Bahkan ada pula kebaikan orang lain yang malah membuat kita terpuruk.  Kalau ambil contoh cerita Aa Gym, lihat orang lain senang aja kita bisa panas dingin. Ternyata itu bisa terjadi jika bukan Allah yang jadi sandaran bagi hati. Pernah dengar cerita orang yang jatuh bermaksiat karena dikecewakan orang lain? Muslimah buka jilbab karena kecewa pada suaminya? Itu adalah contoh ketika respon hidup kita ditentukan orang lain. Betapa ruginya. Namun selama nafas belum terputus, tetap ada harapan bagi siapapun untuk husnul khatimah, maka saya berharap saya tidak pernah mengundersetimate siapapun, manusia sejahil dan sehina apapun. Mereka bisa jadi mati dalam keadaan yang baik, lebih baik dari saya.

Semua orang punya latar belakangnya sendiri yang membentuk pola bagaimana mereka mersepon situasi. Semua orang (hopefully) memegang teori kebenaran mutlak (buat saya, Quran dan Sunnah) dan berusaha berproses menuju kesempurnaan. Dan prosesnya... bisa beda beda. Ada yang cepat, ada yang lambat. Ada yang menjadi lebih baik dengan nasehat, ada yang perlu diberi cobaan/musibah besar untuk bertransformasi. Yang akhir akhir ini saya pelajari, ada free will (usaha manusia), ada lingkungan, dan ada Allah yang menggenggam setiap qalbu manusia.  Manusia manusia menyebalkan yang kita jumpai di jalanan, bisa jadi pelajaran baik buat kita jika kita mau memikirkannya. Bisa jadi mereka sedang berproses dan kebetulan 'kelas'nya masih di bawah kita, bisa jadi Allah takdirkan mereka menjadi cobaan buat kita untuk naik kelas. Jika kita masih marah pake nafsu, ngambek, pada hakikatnya kita sedang tidak percaya pada Allah... tidak percaya skenario Allah. Kelas tertinggi... adalah saat qalbu kita (bukan sekedar akal dan mulut) berkata bahwa hanya Allah yang berarti. Only Allah matters.  Itu adalah kelas orang orang yang bisa menyikapi segala kepahitan dan buruknya perlakuan orang lain, dengan senyum dan syukur, dengan tetap berprasangka baik pada Allah. Semoga saya juga tidak lupa untuk mendoakan orang orang nyebelin yang kita temui, agar mereka dimudahkan prosesnya.

Semoga saya bisa ke sana...


Sunday, June 28, 2015

Tujuan Pernikahan (Dengan Lawan Jenis)

Judul tulisan ini, saya tambah dengan tanda dalam kurung 'Dengan Lawan Jenis', karena tulisan di bawah ini lahir karena merenungi pelegalan pernikahan sesama jenis di US.

Belum lama ini ada yang bertanya pada saya: Apa tujuan orang seperti kamu menikah?
Saya jawab: saya mendambakan pernikahan utamanya sebagai sarana menggenapi ibadah. Alasan tersebut ada cabangnya lagi, antara lain sarana bereproduksi (mempertahankan ras manusia di muka bumi), meninggalkan generasi yang baik (membangun peradaban) , dan termasuk juga pemenuhan kebutuhan biologis.
Ok lah masih ada tujuan tujuan egois seperti ingin ada yang ngurus di saat tua ingin ada yang memperhatikan, bahkan bisa jadi ada niat ingin dinafkahi, pokoknya ingin senang sendiri, puas sendiri. Pemenuhan kebutuhan biologis juga bisa masuk ke tujuan egois jika tidak seimbang dan tidak memenuhi fitrah. Namun pada perjalanannya, saya sadar bahwa tujuan tujuan egois ini harus dikendalikan, dan ditempatkan di bagian berjudul efek samping positif, bonus, hikmah, BUKAN tujuanm BUKAN pengendali. Kalau dijadikan tujuan, maka kita menjadi jiwa yang fakir. Jadi.. dalam rangka belajar menjadi manusia yang lebih baik, naik kelas dalam hal spiritual, mencapai higher consciousness or whatever you name it, saya belajar menempatkan dan memisahkan tujuan mulia pernikahan, dengan ego pribadi.
Tujuan adalah segala hal tentang memberi (jiwa yang kaya)
Ego adalah segala hal tentang meminta (jiwa yang fakir). 

Sadar banget diri ini jauh dari sempurna ya.. tapi saya tahu saya harus menuju ke sana.
Untuk mencapai tujuan sejati pernikahan itu, menjalankan fungsi pernikahan yang berorientasi Allah (atau peradaban manusia deh, bagi yang prinsip hidupnya tidak God oriented) hanya bisa terjadi jika ada perempuan dan laki laki, dengan segala karunia perbedaan fitrah pada keduanya, saling mengisi dan menjalani peran masing masing, sesuai kehendak Allah (atau hukum alam, kealamiahan, bagi yang tidak God oriented). Jika tujuan mulia pernikahan ini (yang hanya terjadi dengan adanya persatuan perempuan dan laki laki) tidak tercapai, maka sisanya... hanya pemenuhan hawa nafsu biologis, dan ego, yang penting AKU bahagia dan senang. Kemunduran spiritualitas, bukan hal yang perlu dibanggakan, dirayakan, atau dilanggengkan.
Saya sendiri punya peer besar dalam hal spiritualitas. Saya ingin berproses jadi lebih baik. Penting bagi saya untuk INGIN berproses, betapapun diri ini masih rendah kelasnya. Adapun peran orang lain yang sudah lebih tinggi kelasnya, adalah untuk membantu saya naik kelas, jika diperlukan, bukan malah melanggengkan dan memberi pengakuan terhadap status quo spiritualitas saya.
Penerimaan diri (acceptance) memang merupakan tahap awal pembelajaran, atau penyembuhan. Semoga saya bisa melanjutkan proses setelah ini, bukan jalan di tempat, atau mundur lagi ke penolakan (denial).
Semoga saya bisa terus berproses. Semoga orang orang itu bisa terus berproses walaupun banyak orang yang berusaha membuat mereka jalan di tempat.  
Wallahu a'lam. Kebenaran hanya milik Allah.