Monday, August 17, 2015

Struggle to Surrender to Iman

Izinkan saya mengutip beberapa artikel sebagai prolog:  

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

(tentang iman islam dan ihsan, please see http://rumaysho.com/aqidah/mengenal-tingkatan-islam-26.html)
Ihsan adalah tingkatan paling tinggi. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
(http://muslim.or.id/aqidah/islam-iman-ihsan.html)

Ihsan memberi 'nilai mendalam' pada Islam dan Iman. Apa jadinya jika kita menjalankan shalat, puasa, dan berikrar kita percaya pada Allah dan rasulnya, jika tanpa ihsan? Ihsan seperti membuat segala hal lahiriah yang kita lakukan menjadi terintegritas dengan apa yang ada di dalam hati. Ihsan yang membuat shalat menjadi bermakna dan terpancar pada perilaku orang sehari hari.
Islam adalah tentang Ilmu fiqih. Iman adalah mengenai akidah. Ihsan adalah mengenai akhlak (sebagai integrasi dari islam dan iman). Setan akan senantiasa menggoda manusia melalui 3 pilar ini.

Iman/akidah, pada pengertian lapis pertamanya adalah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan. Saya yakin semua orang yang memutuskan beragama Islam di KTPnya, mempercayai isi syahadat. Pada lapis selanjutnya, akidah tidak hanya kesaksian lisan, namun juga secara esensi hidup menyembah Allah, bukan materi, bukan kekayaan dunia. Orang orang yang tujuan utama hidupnya adalah mengumpulkan harta sebanyak banyaknya, sehingga mengabaikan shalatnya, dan hubungan baik dengan saudaranya, bisa dikatakan sebagai 'penyembah harta'.

Hati hati sama setan. Kalau dia tidak bisa menggoda manusia dalam hal melarang hal hal yang jelas terlarang, maka dia bisa menggoda dengan cara lebih halus. Konon, setan itu beda beda tingkatannya, ada yang intelektualitasnya rendah, ada yang super cerdas. Setan setan cerdas akan dikirim kepada orang orang yang sholeh dan ahli ibadah, dan yang dia 'ulik' bukan untuk membuatnya malas shalat, malas sedekah, malas menebar ilmu, tapi yang dia ganggu adalah hati. Kalau ada seseorang yang zuhud, maka bisa jadi kezuhudannya ini menjadi hal yang akan menjadikannya terpeleset. Misalnya, setan tingkat tinggi bisa masuk ke dalam hatinya dan menaruh sebersit kesombongan melihat orang orang lain yang hedon dan belum 'tercerahkan'. Namanya ego trap. jebakan ego. Saya sendiri mengamati ada beberapa orang bijak yang saya kenal terjebak ego trap ini. Tapi saya pun harus jeli, jangan jangan setan memerangkap saya dalam ego trap, supaya menganalisis orang orang bijak dan merasa sombong karenanya. Haduhh... banyak istighfar aja deh. Manusia tempatnya salah. Fitrah tersebut bukan untuk menjadi pembenaran melakukan kesalahan, namun untuk menyadari kelemahan dan banyak memohon ampun pada Allah.

Fyuhh, perjalanan untuk menginternalisasikan dinul Islam dalam diri ini (saja)bukan hal yang mudah. Dalam bermuamalah dengan anggota keluarga terkecil saja sudah jadi medan perjuangan yang luar biasa. Medan perjuangannya lebih banyak di hati. Ujian keimanan yang 'tingkat tinggi' sudah muncul di sini. Kalau para pekerja yang bekerja di ladang 'basah' mendapat ujian untuk tidak menuhankan harta, maka bagi ibu ibu di rumah, ujiannya adalah untuk tidak menuhankan suami, tidak menuhankan anak, dan tidak menuhankan ego dalam diri, juga tidak menuhankan rasa sedih dan gembira (yg mana memang biasanya menjadi sumber kesedihan dan kegembiraan adalah keluarga). Khusus dalam rumah tangga, bahkan ada setan yang benar benar membuat pernyataan perang kepada rumah tangga. Setan setan pun bergumam“Aku tak akan meninggalkan pasangan suami istri ini sebelum aku berhasil memisahkan mereka berdua.” (HR Muslim 2813/67) Kata seorang guru, semakin tinggi, jalanan semakin menanjak. Anginnya semakin kencang. Jadi, makin sholeh, ujiannya semakin 'halus' dan 'cerdas', setan yang diturunkan mungkin tingkat jendral atau bahkan panglima.

Ujian keimanan tidak berhenti di ikrar syahadat. Ternyata ujian keimanan adalah untuk bebas dari kemelekatan terhadap apapun di dunia ini, dan menyandarkan segala rasa hanya karena suka atau bencinya Allah saja terhadap diri ini.

It's a long and challenging struggle. Struggle to surrender.

No comments:

Post a Comment