Izinkan saya mengutip beberapa artikel sebagai prolog:
Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu
hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak
dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan
kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai
pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu
kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka
Umar menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh
mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman,
Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini
mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.
(tentang iman islam
dan ihsan, please see http://rumaysho.com/aqidah/mengenal-tingkatan-islam-26.html)
Ihsan adalah tingkatan paling tinggi. Tingkatan
pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman,
kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At
Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
(http://muslim.or.id/aqidah/islam-iman-ihsan.html)
Ihsan memberi 'nilai
mendalam' pada Islam dan Iman. Apa jadinya jika kita menjalankan shalat, puasa,
dan berikrar kita percaya pada Allah dan rasulnya, jika tanpa ihsan? Ihsan
seperti membuat segala hal lahiriah yang kita lakukan menjadi terintegritas
dengan apa yang ada di dalam hati. Ihsan yang membuat shalat menjadi bermakna
dan terpancar pada perilaku orang sehari hari.
Islam adalah tentang
Ilmu fiqih. Iman adalah mengenai akidah. Ihsan adalah mengenai akhlak (sebagai integrasi
dari islam dan iman). Setan akan senantiasa menggoda manusia melalui 3 pilar
ini.
Iman/akidah, pada
pengertian lapis pertamanya adalah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan. Saya
yakin semua orang yang memutuskan beragama Islam di KTPnya, mempercayai isi
syahadat. Pada lapis selanjutnya, akidah tidak hanya kesaksian lisan, namun
juga secara esensi hidup menyembah Allah, bukan materi, bukan kekayaan dunia.
Orang orang yang tujuan utama hidupnya adalah mengumpulkan harta sebanyak
banyaknya, sehingga mengabaikan shalatnya, dan hubungan baik dengan saudaranya,
bisa dikatakan sebagai 'penyembah harta'.
Hati hati sama setan.
Kalau dia tidak bisa menggoda manusia dalam hal melarang hal hal yang jelas
terlarang, maka dia bisa menggoda dengan cara lebih halus. Konon, setan itu
beda beda tingkatannya, ada yang intelektualitasnya rendah, ada yang super
cerdas. Setan setan cerdas akan dikirim kepada orang orang yang sholeh dan ahli
ibadah, dan yang dia 'ulik' bukan untuk membuatnya malas shalat, malas sedekah,
malas menebar ilmu, tapi yang dia ganggu adalah hati. Kalau ada seseorang yang
zuhud, maka bisa jadi kezuhudannya ini menjadi hal yang akan menjadikannya
terpeleset. Misalnya, setan tingkat tinggi bisa masuk ke dalam hatinya dan
menaruh sebersit kesombongan melihat orang orang lain yang hedon dan belum
'tercerahkan'. Namanya ego trap. jebakan ego. Saya sendiri mengamati ada
beberapa orang bijak yang saya kenal terjebak ego trap ini. Tapi saya pun harus
jeli, jangan jangan setan memerangkap saya dalam ego trap, supaya menganalisis
orang orang bijak dan merasa sombong karenanya. Haduhh... banyak istighfar aja
deh. Manusia tempatnya salah. Fitrah tersebut bukan untuk menjadi pembenaran melakukan kesalahan, namun untuk menyadari kelemahan dan banyak memohon ampun pada Allah.
Fyuhh, perjalanan
untuk menginternalisasikan dinul Islam dalam diri ini (saja)bukan hal yang
mudah. Dalam bermuamalah dengan anggota keluarga terkecil saja sudah jadi medan
perjuangan yang luar biasa. Medan perjuangannya lebih banyak di hati. Ujian
keimanan yang 'tingkat tinggi' sudah muncul di sini. Kalau para pekerja yang
bekerja di ladang 'basah' mendapat ujian untuk tidak menuhankan harta, maka
bagi ibu ibu di rumah, ujiannya adalah untuk tidak menuhankan suami, tidak
menuhankan anak, dan tidak menuhankan ego dalam diri, juga tidak menuhankan
rasa sedih dan gembira (yg mana memang biasanya menjadi sumber kesedihan dan
kegembiraan adalah keluarga). Khusus dalam rumah tangga, bahkan ada setan yang
benar benar membuat pernyataan perang kepada rumah tangga. Setan setan pun
bergumam“Aku tak akan meninggalkan pasangan
suami istri ini sebelum aku berhasil memisahkan mereka berdua.” (HR
Muslim 2813/67) Kata
seorang guru, semakin tinggi, jalanan semakin menanjak. Anginnya semakin
kencang. Jadi, makin sholeh, ujiannya semakin 'halus' dan 'cerdas', setan yang
diturunkan mungkin tingkat jendral atau bahkan panglima.
Ujian keimanan tidak
berhenti di ikrar syahadat. Ternyata ujian keimanan adalah untuk bebas dari
kemelekatan terhadap apapun di dunia ini, dan menyandarkan segala rasa hanya
karena suka atau bencinya Allah saja terhadap diri ini.
It's a long and challenging struggle. Struggle
to surrender.
No comments:
Post a Comment