Tuesday, August 4, 2015

Tiada Sehelai Daun yang Jatuh tanpa Izin Allah

Tiada sehelai daun yang jatuh tanpa izin Allah. Begitu pula pertemuan dengan orang orang menyebalkan yang kita temui setiap hari:) 


Dalam hidup, tentu kita berhubungan dengan orang lain. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang memiliki pengalaman hidup yang identik, bahkan kembar identik sekalipun. Nature, dan nurture, tentu akan membentuk seseorang menjadi unik, unik penampakannya, dan unik jalan pikirannya. Inilah sebabnya, saya tidak pernah menemukan satu orang manusia pun yang benar benar mengerti saya 100%. Mengapa? Karena tidak ada satu manusia pun yang mengalami pengalaman identik dengan saya. Hal yang menyenangkan buat saya, bisa tidak menyenangkan buat orang lain. Bahkan kini dengan era sosial media, di mana saya mudah sekali mengakses bagaimana orang berpikir,yang namanya kebenaran universal pun bisa jadi berbeda menurut satu orang dan orang lain. Padahal namanya universal. Ehh ternyata bisa beda juga. Dan semua orang bisa ngerasa paling oke dalam mempercayai kebenaran universal.

Bertemu dan berhubungan dengan siapapun, semakin dekat, maka saya akan sampai pada pemikiran pemikiran yang tidak cocok dengan saya, yang membuat diri sok pinter saya berpikir "please, masak kaya gitu aja ngga kepikiran", atau "bisa bisanya dia berpikir sejahat itu, atau secetek itu?"  atau "ini gampang bangettt, masak begini aja ngga bisa". Nyatanya, orang lain juga berpikir seperti itu tentang saya.   Saya bisa saja menilai seseorang terlalu bodoh. Sementara orang lain ada yang menilai saya bodoh.

Dulu, hal ini membuat saya frustasi, karena saya nggak bertahan akrab dengan orang lain. Ada saja hal yang berbeda. Saya sering sekali menderita gara gara sikap orang lain. Padahal orang lain cuek dan santai santai aja. Apalagi di jalanan. Di jalanan banyak sekali manusia manusia menyebalkan luar biasa, yang menentukan mood dan produktivitas saya hari itu. Yang paling menyesakkan adalah ketika orang orang yang berhubungan dengan saya  hari itu melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Saya inget banget dulu pernah mengambil tempat duduk di kelas bimbel, lalu orang lain meminta tempat yang saya duduki (padahal di kelas biasanya duduknya bebas) dan saya bilang saya mau duduk di sini karena duluan. Lalu 2 orang teman  saya ini mendiamkan saya. Putus silaturahim. Jika ada kesempatan saya selalu menyambung dengan menyapa, tapi mereka cuek. Hal seperti ini saja bikin hidup saya menderita dan sering nangis.

Tapi seiring waktu saya mendapat nasehat untuk berusaha belajar mengasah bagaimana saya berpikir (masih on progress, daripada tidak sama sekali), memberi jeda waktu untuk memikirkan setiap hakikat kejadian: ini apa, kenapa terjadi, Allah mau kasih pesan apa, bagaimana respon yang kira kira Allah sukai. Betapa ruginya jika keburukan orang lain bisa menentukan diri kita. Bahkan ada pula kebaikan orang lain yang malah membuat kita terpuruk.  Kalau ambil contoh cerita Aa Gym, lihat orang lain senang aja kita bisa panas dingin. Ternyata itu bisa terjadi jika bukan Allah yang jadi sandaran bagi hati. Pernah dengar cerita orang yang jatuh bermaksiat karena dikecewakan orang lain? Muslimah buka jilbab karena kecewa pada suaminya? Itu adalah contoh ketika respon hidup kita ditentukan orang lain. Betapa ruginya. Namun selama nafas belum terputus, tetap ada harapan bagi siapapun untuk husnul khatimah, maka saya berharap saya tidak pernah mengundersetimate siapapun, manusia sejahil dan sehina apapun. Mereka bisa jadi mati dalam keadaan yang baik, lebih baik dari saya.

Semua orang punya latar belakangnya sendiri yang membentuk pola bagaimana mereka mersepon situasi. Semua orang (hopefully) memegang teori kebenaran mutlak (buat saya, Quran dan Sunnah) dan berusaha berproses menuju kesempurnaan. Dan prosesnya... bisa beda beda. Ada yang cepat, ada yang lambat. Ada yang menjadi lebih baik dengan nasehat, ada yang perlu diberi cobaan/musibah besar untuk bertransformasi. Yang akhir akhir ini saya pelajari, ada free will (usaha manusia), ada lingkungan, dan ada Allah yang menggenggam setiap qalbu manusia.  Manusia manusia menyebalkan yang kita jumpai di jalanan, bisa jadi pelajaran baik buat kita jika kita mau memikirkannya. Bisa jadi mereka sedang berproses dan kebetulan 'kelas'nya masih di bawah kita, bisa jadi Allah takdirkan mereka menjadi cobaan buat kita untuk naik kelas. Jika kita masih marah pake nafsu, ngambek, pada hakikatnya kita sedang tidak percaya pada Allah... tidak percaya skenario Allah. Kelas tertinggi... adalah saat qalbu kita (bukan sekedar akal dan mulut) berkata bahwa hanya Allah yang berarti. Only Allah matters.  Itu adalah kelas orang orang yang bisa menyikapi segala kepahitan dan buruknya perlakuan orang lain, dengan senyum dan syukur, dengan tetap berprasangka baik pada Allah. Semoga saya juga tidak lupa untuk mendoakan orang orang nyebelin yang kita temui, agar mereka dimudahkan prosesnya.

Semoga saya bisa ke sana...


1 comment:

  1. Hi kak Rika, salam kenal ya saya Desi. Saya suka bgt dg tulisan kakak. Awalnya saya mau cari tulisan tentang yoga trus ketemu blog kakak. Waktu dibaca ternyata kakak adalah muslim yg ngebahas yoga dengan mengabaikan label hindu. Trus ada banyak lagi tulisan kakak. Dan yang ini jujur dari judul sama konten nya ngena banget sama aku. Makasi banyak ya kak😀😀😀. Ditunggu tulisan berikutnya😀

    ReplyDelete