Monday, May 14, 2012

Rahmanindya Khairin Annisa - The journey to the world (2)

Momen kelahiran kali ini cukup menegangkan. Antara ingin menyerahkan sepenuhnya kapan baby R mau keluar, atau membujuknya untuk segera keluar, krn akhir bulan kami harus angkat kaki dari rumah ini (lagi proses penggusuran rumah oleh negara hehe). Sejak week 37 aku sudah getol induksi alami, week 38 sudah mulai gelisah (padahal baru 38 yaa… waktu bisa saja masih panjang). Kalau ayahnya baby R malah membujuknya untuk keluar hari Sabtu, supaya ngga ngambil jatah cuti, sehingga kalau disambung dengan cuti, liburnya jadi bisa lebih panjang.,

Pada ujung kehamilan ini juga aku entah kenapa agak malas mempersiapkan sgala sesuatu. Siapin popok seadanya aja, ga pakai dihitung hitung kebutuhannya. Begitu pula baju, dan kebutuhan lainnya. Pokoknya mikirnya gimana nanti. Kolam untuk waterbirth sebenarnya sudah kusiapkan jauh hari, malah sempat dipompa saat uk sekitar 33, biar gampang ntar, begitu pikirku. Tapi krn dipake main crayon sama Raul, kukempesin lagi dehh. Sampai UK 39 gak kupompa juga, kuatir masih kelamaan. Tas bayi untuk outing juga belum ada. Pada awal kehamilan aku sempat menyiapkan birth plan yang cukup rinci, dan membayangkan scenario yang akan terjadi. Tapi ujung ujungnya, lembaran itu ngga terpakai. Skenario mah gimana nanti, aku Cuma mencatat yang prinsip prinsip aja di otak. Perkara nanti bayi mau ditangkap siapa, di mana posisi si ayah, sama sekali ngga aku setting. Kalau mau nyemplung ya mangga, kalo ngga juga ngga apa apa. Aku juga ngga bisa menebak bagaimana keinginanku nantinya.

Tidak seperti kehamilan sebelumnya, kali ini aku sering merasakan Braxton hicks sejak UK 34-35, bikin kegeeran aja kalo bakal keluar cepet.  Kalo kontraksi pun lumayan kenceng dan sakit, sehingga pada malam tgl 12 itu aku menunggu, mengamati, ini beneran gak sih… jangan jangan seperti hari biasanya. Kontraksi sudah aku rasakan sejak jam 9, tapi krn sudah biasa kontraksi palsu, ya kubiarin aja. Sampai jam 11 baru deh kubilang sama suami kalau kontraksinya teratur (masih ringan sih). Malam malam begitu baru deh kita pompa kolam.  Tengah malem bikin ribuut, karena pompanya memang tipe elektrik yang paling murah, ributnya bukan main. Sambil dipompa, kami pergi ke bidan dekat rumah, untuk cek apa ada bukaan. Aku bilang sama bidannya, kalau blm ada lendir darah. Bidannya bilang kalo belum ada lendir, daerah situnya cenderung kering, kalau VT bakal sakit (iiiyhhh kok nakut2in sih). Kubilang aku slalu tegang kalo VT mba (maksudnya pelan pelan please…). Alhamdulillah baru skali itu aku di VT nggak sakit sama sekali, lembut banget cara periksanya. Jreeng… bukaan 3-4. Langsung deh kulapor ke mba Lidya (bidan yang mau bantu homebirth), beliaupun meluncur dari rumahnya yang cukup jauh dan aksesnya di jalur macet cet cet (Alhamdulillah jam 1 malem yee… no macet).

Sampe rumah,bukannya relaksasi dan menanti dgn tenang, aku jadi ikut sibuk sendiri, krn emang tata letak rumah blm dipersiapkan sempurna untuk proses ini. Harus angkat kasur, mindahin, ganti sprei, siapin alas, pasang alas anti air, baru kepikiran punya selang yang cukup atau nggak. Pokonya ikut sibuk, mumpung kontraksinya (Alhamdulillah) masih bisa ditahan. Baru deh setelah tim bidan dateng, aku ganti baju pake kimono (sebelumnya mandi dulu+keramas, gerah bo). Setelah semua settle (yaaa kolam blm terisi sih, itu minta tolong aja sama orang2 rumah), baru deh mba Lidya mulai acupressure (iiiihhh pijitannya uenak rek), endorphine massage, sambil kasih afirmasi semua lancar. Beliau pun selalu melatunkan zikir. Lalu beliau minta ijin istirahat dan diganti dgn mba Aya. Kamar aku setting dengan lampu tidur redup, aromaterapi elektrik aroma lavender(biar ga kerepotan kalo kehabisan lilin), dan musik lembut yang sudah aku buat playlist-nya (mostly jazz), gonta ganti dengan murottal. Ngga lupa juga menyiapkan beberapa bars coklat untuk ngemil. Nah waktu dipegang mba Aya ini kontraksi mulai kenceng. Nah nih bedanya ya.. aku enak enak aja ganti posisi. Bosen posisi berdiri, posisi berlutut, lututnya capek, minta tiduran. Tiduran kelamaan juga gak enak… ganti posisi berdiri sambil peluk suami. Sakit kontraksi sih tetep sakit yaaa (salut duehhh sama banyak orang yang bilang lahirannya ga sakit, hihi), tapi aku ngerasa bisa lebih mengelola rasa sakit itu, dengan mengalihkan ke pernafasan. Beda sama yang lalu jejeritan wae, hihi. Lalu sekitar jam 4, mba Lidya sudah selesai istirahat, lalu mempersilahkan aku masuk kolam, kalau mau.

Ya sudah dehh daku masuk kolam. Yang agak ngga aku duga, yang katanya refleks orang melahirkan itu jongkok, itu tidak terjadi denganku. Dah sering sih liat video WB pelakunya jongkok dan terlihat nyaman. Aku juga dah sering latihan jongkok dan sudah jago jongkok. Nah waktu di kolam aku mau coba posisi jongkok –sapa tau lebih nyaman- jadi bukan atas dasar insting, dan rasanya kontraksi jadi semakin terasa  sakit dan kakiku rasanya mau kram (padahal sblmnya kan udah jago latihan jongkok yah, hmmm). Aku hanya bisa bertahan 2 detik dalam posisi jongkok, dan badanku minta posisi rebahan miring sambil bersandar.  Akhirnya waktu dorongan begitu kuat, suamiku masuk ke kolam dan mensupport punggungku. Sempet aku coba jongkok lagi, tapi ngga berhasil lagi, ini badan kayaknya nolak aja gitu posisi jongkok. Ya sudah lah yaa… yang bilang posisi paling natural jongkok itu kan orang lain, ternyata tidak buatku, ngga mau maksa. Akhirnya posisinya duduk senderan ke suami. Masih tetep eling untuk tidak mengejan dengan sengaja walaupun dorongan luar biasa. Waktu dipastikan sudah bukaan lengkap, baru deh aku berani pake tenaga sengaja untuk mengejan. Bedanya dgn persalinan sebelumnya, kali ini aku benar benar sadar atas apa yang terjadi, rasanya kepala crowning, sensasi di setiap bagian tubuhku. Kalo yg dulu gak tau deh ya kayaknya disconnected banget, bingung, susah jelasinnya deh, mungkin krn banyak orang dan banyak suara ya jadi malah ngga fokus sama badan sendiri. Kalau persalinan kali ini, yang terdengar suaranya Cuma mba Lidya dan si ayah. Mama diem diem ngintip juga tapi ngga ngomong apa apa. Suara yang terdengar hanya, ‘bagus banget,,,”, “pinteer..”, “sebentar lagi..” “pasti bisa” something like  that lah. Later, mama bilang bubid benar benar hanya membiarkan proses berlangsung dengan sendirinya. Beliau baru menangkap bayi ketika badan betul betul sudah keluar sempurna.

Saat crowning hingga badan bayi keluar, rasanya aku agak kehilangan kontrol, karena proses puncak itu ternyata lebih lama dari ekspektasiku (mungkin karena memang prosesnya dibiarkan sealami mungkin). Belakangan sih kata mamaku yang lihat, sempet kepala sudah keluar tapi badan ngga keluar keluar. Dikasih kesempatan untuk pegang kepala tapi aku memilih tidak mau, karena agak kehilangan rasa rileks juga, badanku kaku kaya robot, menolak bergerak. Alhamdulillah hinggaaaa akhirnyaa  semuanya lepaaasss saat badan bayi meluncur dan ditaruh di dadaku. Cukup lama badannya ada di air, beberapa saat setelah diangkat, dia menangis. Alhamdulillaahhh…. Rasanya legaa sekali dan terharu. Azan langsung dikumandangkan, welcoming our beautiful baby girl.  Jam 6 pagi.

Yahh selanjutnya prosesi dilanjutkan di atas tempat tidur. Ternyata aku mengalami sedikit sobekan, sobekannya sepertinya di tempat yang sama dgn bekas jahitan episiotomy yang terdahulu. Memang siih sempet baca baca juga, kalo sudah mengalami episiotomy, risiko robek lagi di kelahiran mendatang lebih tinggi. Yahh hikmahnya siih… jalur robekannya sudah ‘dibuat’, jadi rapi dehh, hehe. Proses jahit menjahitpun tidak sehoror dulu, karena dilakukan ala servis di tempat spa. Setiap tahapan dijelaskan dan dilakukan dengan selembut mungkin.

Meanwhile, baby R tetap di atas dadaku, sambil kakinya dijejak jejakkan di perutku, yang katanya membantu kontraksi rahim untuk kembali seperti semula. Setelah selesai bidan berprakarya, baru deh baby R diukur: 46 cm, dan 3 kilogram pas. Kemudian bidan minta izin istirahat. Suamiku sama si sulung Raul juga istirahat (Raul bangun dari jam 3 pagi!). 2 jam kemudian tali pusar diputus dengan burning cord. Lama bo bakarnya, soalnya tali pusatnya tebel bangett.

[caption id="attachment_100" align="aligncenter" width="300"] Pas nyari 'pembatas' panas, asal ambil buku di rak.. akhirnya baby R dibakar tali pusatnya didampingi om Bob Sadino. Ehmm.. moga2 nanti mengikuti sukses om Bob ya nak:)[/caption]

Alhamdulillah.. proses berlangsung cukup cepat yaa.. kira kira hanya 3 jam sejak kontraksi intens. Yang lucu, walaupun ada water heater, ternyata aku tidak mengantisipasi bahwa kapasitas water heater memanaskan air itu tidak banyak. Cuma sempat ngambil air pake pemanas air sedikit, selanjutnya airnya ngga panas lagi. Akhirnyaaa…. Aku baru tahu belakangan bahwa ‘tim’ sibuk naik turun tangga utk merebus air dan nganter air. Oh lala… pasti capek yaa…  untung aja baru beli gas, hohoho..   beberapa hari yang lalu gas habis. Oalahhh..ternyata kamu mbrojolnya nunggu dibeliin gas dulu yaa.. hihi. Ndilalah.. lahirnya tepat pada hari Sabtu, hari permintaan dari ayahnya. You’re really a smart baby girl:)


Hosshh.. sekian cerita cerita kehamilan dan kelahiran dariku. Semoga bermanfaat:)

6 comments:

  1. rika keren bangettttt!!! salut dengan tim pendukungnya termasuk Rija dan Raul. indah skali sepertinya..bikin pengen. huwaaaaa *mewek*

    ReplyDelete
  2. Selamaaaaaaaat :)
    suka d critanya Ka...lucky me waktu lahiran udah kenalan sm Bu Lanny..jadi emang sangat sadar dan ga jejeritan horor gitu...
    semoga baby Rahma sehat selalu, jadi anak pinter, cantik, dan selalu membanggakan ayah, bunda, dan mas Raul :)

    ReplyDelete
  3. waktu crowning masi agak menjerit sih bushan, hehe.. hilang kontrol, untung udah di ujung :D aku masi takjub aja sblm lahiran nonton video org melahirkan bener2 tanpa suara, tenang aja gitu tau tau nangkep sndiri bayinya. Sangat terlihat terlatih

    ReplyDelete
  4. terharu...
    oooh, yg sakit itu bekas episotomi ya.. kt dsognya Ashil, bekas lairan ptama, tp ga ngomong bekas episotomi.
    pengalaman 1stnya nyaris sama Rik, sama2 bengong pas lairan, pernah mau jongkok, ga dibolehin ma bidannya.
    lairan kedua, tdnya pengen di rumah, tp apa daya, kondisi emaknya ga memungkinkan..
    mau ya Rik, nomer kontak bidan2 tsb..
    buat papa Riza.... congratz punya istri kayak Rika, bangga sekali jd temanmu!

    ReplyDelete
  5. teh rika :) rame banget ceritanya :) keren :)
    dian pengen kayak gitu, dulu dian lahiran farrel di sesar, setelah nonton "birth a we know it" jadi merasa bersalaaaah banget :( hm,,baca cerita teh rika menginspirasi dian :) makasih ya :) semangat sama dede barunya!

    ReplyDelete
  6. subhanallah....mba rika...proses yg sangat panjang...gk bisa ngebayangin kalo aq yg ngalamin...semoga jd anak yg sholehah ya cantik...berbakti pd ortu & bisa membanggakan ortu,aamiin...

    ReplyDelete