Monday, August 26, 2013

[Renungan] Ibu : Bekerja atau di Rumah ? (Part 1 of 3)

Copas dari tulisan temen sayah yang okehe bangeth

https://www.facebook.com/notes/elma-fitria/renungan-ibu-bekerja-atau-di-rumah-part-1-of-3/10151818852932660

Salah satu kegalauan yang terjadi pada ibu-ibu berpendidikan tinggi : memilih bekerja atau tinggal di rumah. Ini tentu saja sering terjadi pada teman-teman lulusan ITB.

 

Pemicunya bisa dari komentar orang, mulai dari yang halus sampai yang mencibir. Atau pertanyaan dari orang tua / keluarga, mulai dari yang sekedar bertanya, sampai yang seolah menagih. Atau dari diri sendiri : yang di rumah merasa ngiler ingin bekerja-berkarya di luar, yang bekerja di luar rumah ngiler ingin menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumah.

 

It is a never ending topic. Ini juga pergulatan batin yang bisa jadi belum berhenti, meski sudah memilih salah satu pilihan.

 

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi beberapa sudut pandang yang saya rasakan seumur saya menjadi istri dan ibu.

 

 

Saya ingin mulai dari istilah. Karena saya rasa ada masalah mendasar disini. Persepsi.

 

Entah sejak kapan, mulai ramai istilah : working mom dan stay-at-home mom. Working mom mengacu pada ibu bekerja eight – to – five, stay-at-home mom mengacu pada ibu yang memilih di rumah “saja”.

 

Awalnya, ini cuma istilah. Lambat laun jadi dasar persepsi. Adanya istilah ini membuat pengelompokan, yang membuat pikiran jadi merasa harus memilih antara 2 pilihan. If you’re working mom, than you can’t be a stay-at-home mom. Begitu juga sebaliknya.

 

Lebih jauh lagi, jadi bikin dua kelompok yang kadang saling –maaf- mencibir, atau malah saling iri dan ngiler.

Lucu kan jadinya ? How that term can actually drive your mind into a perception. A dicotomy. Ya, sebuah dikotomi. Pembedaan yang tegas.

 

Well, maaf, saya menolak pembedaan itu. Either you’re working or not, you are a FULL TIME MOM. Karena tak ada seorang ibu pun, yang pernah lepas pikirannya dari anak-anaknya. Dimana pun ibu itu berada. Di kantor, di rumah, di pasar, depan kompor, depan laptop, depan setumpuk kerjaan, ketika ber-daster, ketika ber-blazer. Whatever you do, whereever you are, a mother is a Full Time Mom. Titik.

 

 

Ini juga membawa ke sudut pandang baru.

 

Yang manusia butuhkan, laki-laki ataupun perempuan, adalah ruang untuk berkarya. Maka berkarya bisa dilakukan dalam bentuk apapun dan kapan pun. Saat bekerja di kantor, saat mengelola online shop, saat mengasuh anak, saat berbincang dengan tetangga.

 

Seorang ibu yang saat ini sedang fokus di rumah, bisa nanti Allah bawa ke dunia kerja. Seorang ibu yang berkarir, bisa nanti Allah bawa ke rumah. So be flexible.

 

Lagipula setiap ibu adalah pribadi yang berbeda. Cerita hidupnya beda, tuntutan dan amanah hidupnya beda, dan yang paling dalam adalah : misi penciptaannya dari Tuhan juga beda, maka akan Allah beri lika-liku hidup yang beda juga.

 

Jadi sangat tidak adil membanding-bandingkan antara hidup seorang ibu dengan ibu yang lain. Antara hidup seseorang dengan orang lain.

Tidak adil pada diri kita sendiri, jika memandang terus laju gerakan orang lain, dan membandingkannya dengan diri sendiri.

Tidak adil pada diri sendiri, jika anggapan orang lain menjadi kacamata kita ketika melihat diri sendiri.

 

So stop comparing yourself, this is your life. Not others.

 

 

Hidup kita tujuannya jelas : Mewujudkan misi penciptaan dari Allah.

 

Setiap orang unik dengan misi penciptaannya sendiri-sendiri. Oleh karena itu diberi bekal perjalanan yang beda, yaitu : bakat dan kekuatan yang beda. Dan tentu saja, diberi lika-liku hidup yang beda, karena setiap orang dibentuk oleh Allah dengan cara yang beda. Different life for every single person.

 

Jadi, hidup kita bukan untuk menjawab pertanyaan orang lain. Bukan untuk memenuhi ekspekstasi orang lain. Bukan untuk menyenangkan orang lain. Bukan untuk memuaskan standar orang lain.

 

Bedakan dengan :

Hidup untuk berkarya sebaik-baiknya. Hidup untuk menjadi istri sebaik-baiknya. Hidup untuk menjadi ibu sebaik-baiknya. Hidup untuk berbakti pada orang tua dengan sebaik-baiknya. Hidup untuk menjadi teladan di keluarga dengan sebaik-baiknya.

 

Hidup juga bukan untuk memanggul harga diri kemana-mana. Hidup bukan untuk menenteng kebanggaan apalagi gengsi. Hidup bukan untuk berharap dinilai sebagai : “sudah jadi orang atau belum”. Itu sangat dangkal.

 

Listen to this :

Saya tidak butuh pengakuan orang untuk menjadi berharga. Apa adanya diri saya, itu sudah sangat berharga. Jadi jangan pasangkan harga diri saya pada identitas : wanita karir, karyawan MNC, engineer, mom-preneur, dll. Seolah jika saya tidak punya identitas itu, then I’m nothing. Itu salah besar.

 

Siapa pun saya, saya terlahir dengan membawa 100% cinta dan penghargaan. Bagaimana pun diri saya, saya sangat berhak dicintai. Sangat berharga. Sangat istimewa.

 

So, please, do check your intention. Check your mind. Check your heart. Heal it.

No comments:

Post a Comment