Saya
lagi bersyukur banget ada gym dekat
rumah. Terus terang saja, yang namanya olahraga sendiri di rumah itu sulitnya
luar biasa. Kalaupun bisa, ada aja interupsinya, haha. Nah di gym tersebut, ada
kelas kelas olahraga, dan saya paliiiing rajin ke kelas yoga yogaan.
Lho
kenapa yoga yogaan? hihi..
Habis,
kalau saya baca baca tentang yoga, ternyata ini bukan hanya sekedar olahraga
'sekuler', tapi memang punya filosofi mendalam tentang universal spirituality.
Nah, kelas yoga yang di tempat olahraga saya itu bener bener olah fisik, kaga
pernah ngomongin filosofi. Saya sih malah seneng seneng aja dan bersyukur dapat
kelas yoga yogaan ;p. Awali dengan basmalah, niatkan untuk membentuk kekuatan,
fleksibilitas, supaya bugar melakukan aktivitas sehari hari, dan tentunya lebih
waras.
Saya
mulai icip icip yoga sejak hamil, karena olahraga ibu hamil sering dikaitkan
dengan yoga prenatal. Semakin banyak icip sejak kehamilan kedua, di mana saya
mulai baca baca tentang filosofi yoga, dan kontroversi yang mengikutinya. Saya
berusaha menyerap dan mengolah sendiri
info dari sana sini, sebisa mungkin supaya kesimpulan yang saya ambil tidak
bias. Jadi, isu kontra yoga dikaitkan dengan keyakinan bahwa yoga ini seperti
sebuah ajaran agama, dan sangat terbumbui oleh agama Hindu. Yahhh saya juga
bisa lihat praktisi praktisinya memang menggunakan istilah istilah sansekerta,
bahkan ada salah satu materi kurikulum teacher training yang menjelaskan
tentang salah satu script Hindu. Tapi saya juga bisa lihat, bahwa pihak pihak
yang keukeuh meng klaim yoga sebagai agama, adalah kalau bukan non yogi, ya
praktisi newbie, yang sangat terindikasi memang belum belajar banyak. Okay, I
still take that as a valuable input.
Di
sisi lain, kalau saya baca atau nonton pernyataan dari para masternya sendiri,
mereka menyebut bahwa yoga itu memang spiritual, tapi bukan relijius. Beda lho
spiritual dan relijius. Spiritual adalah 'sekedar' paham kepercayaan akan
adanya kekuatan yang lebih tinggi yang berkuasa atas alam semesta, dan
bagaimana kita mengkoneksikan diri kita pada kekuatan ultimate itu. Adapun
agama, ya kita semua tahu lah. Jadi, ya saya kategorikan yoga ini memang bukan
'olahraga sekuler' yang sekedar olahraga fisik aja, tapi yoga juga mengajarkan
bagaimana setiap hari bertumbuh menjadi orang yang lebih baik, mengajarkan
berbuat baik kepada orang lain, menghargai diri sendiri, bla bla bla yang
sebetulnya saya nggak perlu belajar gituan dari yoga, karena Islam ku sudah punya
konsep seperti itu.
Nah,
karena spiritualisme dalam yoga sifatnya universal (versi manusia yaa), maka
wajar saja nilai nilai yang diajarkannya seperti halnya pelajaran PPKn
(sekarang apa sih namanya), lintas agama. Maka, menjadi wajar juga, nilai
moralnya terbumbui dengan siapa yang membawanya. Karena universalitas (again,
versi manusia) ini, kadang kadang mungkin ada hal hal yang tidak sesuai dengan
nilai nilai spesifik dari agama tertentu, atau pilihan kepercayaan tertentu.
Misalnya nih, saya punya keyakinan bahwa tidak pantas nama Allah digantikan
dengan istilah 'semesta', walaupun ada yang menganggap semesta itu ya maksudnya
Allah (maksudnya jangan kepatok sama tekstual aja). Tapi tetep buat saya itu
pengkerdilan. Semesta itu ciptaan, Allah itu pencipta, don't mess with that.
Tapi kalau ada yang tidak setuju ya saya ngga bermaksud mendebat di sini, urus
aja urusan masing masing, hoho.
Kembali
ke urusan bumbu membumbui. Saya sih sejauh ini memilih untuk mempersonalisasi
olahraga ini dengan nilai yang saya anut. Yoga memang awalnya (terkenalnya) dikembangkan
di India, jadi memang terwarnai Hindu. Bagaikan Columbus lebih terkenal sebagai
penemu Amerika, padahal ada Amerigo Vespucci, hehe (Soalnya saya juga sempat
baca kalau pahatan pose yoga ditemukan sebelum Hindu ada). Nah, masalahnya,
kita jadi agak susah mau olahraga kalau mau bilang yoga dilarang karena
dianggap Hindu. Susah banget, soalnya banyak hal sudah diklaim sama yoga
sebagai posenya. Mau rebahan aja sudah melakukan pose yoga lho, corpse pose. Mau
headstand, handstand, juga pose yoga. Jadi, semua tergantung niat ya? Kalau
saya ikut kelas yoga yogaan tapi nggak niat disebut yogini, jadinya gimana ya?
(lho kok malah nanya)
Despite more than a century of research, we still don’t
know much about the earliest beginnings of Yoga. We do know, though, that it
originated in India 5,000 or more years ago. Until recently, many Western
scholars thought that Yoga originated much later, maybe around 500 B.C., which
is the time of Gautama the Buddha, the illustrious founder of Buddhism. But
then, in the early 1920s, archeologists surprised the world with the discovery
of the so-called Indus civilization—a culture that we now know extended over an
area of roughly 300,000 square miles (the size of Texas and Ohio combined).
This was in fact the largest civilization in early antiquity. In the ruins of
the big cities of Mohenjo Daro and Harappa, excavators found depictions
engraved on soapstone seals that strongly resemble yogi-like figures. Many
other finds show the amazing continuity between that civilization and later
Hindu society and culture. (http://www.swamij.com/history-yoga.htm)
Nah,
tapi terus terang saya punya masalah dengan yoga beneran di tempat umum (bukan
yoga yogaan di kelas gym saya yang memang mengesampingkan spiritualitas).
Justru karena spiritualisme yoga yang menjadi bagian dari yoga, maka aktivitas
yoga di tempat umum rawan terwarnai spiritualisme yang universal (yang
sebetulnya tidak semuanya universal menurut saya).
Contohnya pada suatu hari
saya ikut yoga gratis di taman. Pas mau gelar mat, saya agak agak bingung
sepertinya ada guru tamu bule yang ngajakin peserta untuk humming, dan
gerakannya agak beda dari biasanya. Saya dari jauh liatnya kayak ibadah bareng,
seperti ritual suku apaa gitu. Tapi oke lah dont judge the book by its cover
lah ya. Saya ikutan aja dulu lah sambil tetap stay alert. Tapi ternyata
sepanjang acara, si guru ngajakin
nyanyiin mantra melulu. Peserta dibagi kertas kecil yang berisi mantra. Ada
artinya sih dalam bahasa Inggris. Bisa aja sih orang ngeles artinya universal,
tapi buat saya not at all. Sepanjang acara memang banyak yang memilih akhirnya
diam saja dan mengamati. Nggak bisa dipaksakan juga, that did not feel right
for some people. Beberapa orang yang lewat juga saya tangkap basah sedang
memandang aneh. Tapi saya lihat masih banyak juga muslim yang mengikuti.
Diantara yang mengikuti, kemungkinan ada 2 grup, yaitu golongan yang memang
sudah paham atas pilihannya, dan golongan yang nggak ngeh dan ikut ikutan aja.
Saya sih concern dengan yang terakhir. Hiks.
Sejauh
ini, di sana sini masih ada pro kontra. Saya sendiri akhirnya memilih paham
bahwa yoga adalah olahraga dengan filosofi universal (ehh mirip Gentle Birth
yaa), yang 'sialnya' pada prakteknya terwarnai oleh keyakinan pengajarnya.
Mirip sama karate. Filosofinya dalem, bukan sekedar olahraga tapi way of life.
Tapi boleh boleh aja tho I skip the way of life part nya. Ngapain gitu lho, lha
wong sudah punya way of life sendiri ;p Sepakat juga sama fatwa MUI tentang
pengharaman yoga tapi kondisional, so bukan masalah yoganya (jadi jika
syaratnya memenuhi maka diharamkan, yaitu yang mengandung mantra dan ibadah). Kalau ada yang tetap berpendapat kalau
tidak begini begitu berarti tidak melakukan yoga, I dont mind not being called
yogini. I will still do corpse pose anyway,
every night :D